Senin, 19 Januari 2015

BUKAN SARJANA SEHARI

(THE LAST NOTE DARI BILIK HATI)
Galau.
Sejak kata itu dipopulerkan dan bahkan menjadi lagu yang banyak diminati kaum muda, beberapa lulusan Perguruan Tinggi kerapkali merasakan energinya. Sebuah kegalauan yang tak berujung, begitu mereka menyebutnya.
Akar permasalahannya hanya satu, mereka tidak memiliki kegiatan positif yang bermanfaat. Bukan hal baru dan tabu untuk diperbincangkan karena memang pada kenyataannya banyak sarjana di negeri kita yang melalui hidup tanpa arti. Kita mengenalnya dengan PT. PAL (Pegawai Tetap Pengangguran Agak Lama).
Inilah fakta itu. Dan jika dirunut, salah satu faktornya bermuara pada kegagalan individu dalam menggali potensi diri. Ketika waktu telah membawa mereka keluar dari peradaban teori di kampus, maka mereka akan menghadapi peradaban praktik di masyarakat nyata. Dampak kegagalan mengolah potensi diri itu akan mencapai angka negative tertinggi baik bagi diri sendiri lebih-lebih pada masyarakat.
     Padahal dalam perjalanannya di dunia, manusia telah ditakdirkan menjadi makhluk Allah yang sempurna. Sehingga mereka dipercaya mengemban amanah untuk menjaga bumi sebagai khalifah. Bukankah hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam Q.S. al-Baqarah ayat 30,
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Kesempurnaan itu terlengkapi oleh sebuah modal yang tidak dimiliki makhluk lain. Modal itu bernama akal. Dan modal itulah yang menentukan apakah kita bisa arif dalam menentukan arah tujuan hidup. Tinggal apakah manusia tersebut mau memfungsikannya atau tidak. Maka, tak salah jika ada sebuah pernyataan tegas mengatakan, "Mahasiswa ada karena Berfikir dan Berkarya." Itu kuncinya. Bukankah di dalam al-Qur'an termaktub sebanyak 52 kali perintah untuk berfikir. 'Apakah engkau tidak berfikir, gunakanlah otakmu untuk berfikir. Lihatlah kanan kirimu sebagai teladan dalam hidup. Apa saja yang diciptakan Allah adalah untuk kehidupan dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat."
Berdasarkan pernyataan al-Qur'an  di atas, salah satu cara agar berhasil melewati ketatnya persaingan hidup, adalah dengan membaca pola hidup orang-orang berhasil di sekitarmu terlebih dahulu kemudian berfikir dan analisalah cara mereka. Pilih dan petik kebaikan darinya kemudian buang keburukannya. Setelah selesai menganalisa dan berfikir, belajarlah menempatkan diri. Dalam bergaul di masyarakat seharusnya mampu menteladani ikan-ikan laut yang hidup dengan air asin namun dagingnya tidak ikut asin.
Terkait potensi diri, jika sampai saat ini kita belum mampu menemukannya, maka mulailah dari hal-hal yang kita sukai terlebih dahulu. Dari sinilah perlahan kekuatan diri kita akan terbaca. Dan jika suatu saat kita dipojokkan diantara dua pilihan, harus memilih meningkatkan kekuatan atau memperbaiki kelemahan maka, jangan abaikan sebuah saran untuk meningkatkan kekuatan. Karena memperbaiki kelemahan hanya mengubah kita dari orang di bawah rata-rata menjadi orang rata-rata. Dan meningkatkan kekuatan akan mengubah kita dari orang rata-rata menjadi orang di atas rata-rata.
Kata sarjana dalam kamus Ilmiah populer berarti cendekiawan atau orang-orang pandai. Apa jadinya jika hanya sehari saja kita disebut sang sarjana…? Nah, dengan melejitkan kekuatan kita, mengolah potensi kita, belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain serta belajar arif memilih bagaimana kita akan menempatkan diri maka selamanya kita tidak akan menyandang titel S.Si (Sarjana Sehari). Menjauhlah galau...! Karena sekarang dan nanti kita bukan Sarjana Sehari. Semoga!
   


Tidak ada komentar: