Senin, 19 Januari 2015

DALEAN IN REPORT (Mengintai Jejak Para Wonder Muslimah Bersenjatakan PAR)

6,5 JAM SURVEY KILAT (Selasa, 28 Juni 2011)
Bismillah…! Agen An-Nisa’ yang seorang diri, he…he… sebenarnya sih tim survey kami berjumlah 16 orang hanya saja, misi kami berbeda akhwat, 15 rekan An-Nisa’ yang lain adalah agen dari kampus, sedangkan An-Nisa’ adalah agen tunggal dari Majalah kesayangan kita. Dan seterusnya An-Nisa’ akan sebut rekan-rekan An-Nisa’ itu dengan julukan Para Wonder Muslimah.
Ok! Pertama kita akan bicara soal PAR. Jadi dalam sebulan para para Wonder Muslimah kita akan bergelut dengan membawa PAR. Eitss… jangan suudzon sama PAR yang nggak berjenis kelamin ini ya…! PAR bukan singkatan dari parang. Bukan juga senjata bertipe tertentu dan mematikan seperti yang ada di benak akhwat. PAR hanyalah sebuah sistem yang telah dirumuskan para ahli ilmu sosial sebagai senjata ampuh untuk menerjunkan agen-agen rahasia instansi-instansi pendidikan ke dunia sosial kemasyarakatan yang heterogen.
   Dengan berbekal materi PAR yang artinya Participatory Action Research setiap individu yang akan terjun dituntut untuk mampu menjadi Pemandu dan Fasilitator. An-Nisa’ bertugas meliput segala program dan kegiatan wonder-wonder muslimah meluapkan ide-ide jeniusnya menerapkan teknik ini. Cara kerja metode ini adalah membantu masyarakat menemukan masalah, menganalisisnya dan mencari solusi pemecahannya. Well…! Oleh karena itu sebelum An-Nisa' dan wonder-wonder muslimah terjun langsung Ke Dusun yang sudah ditetapkan sebagai object, An-Nisa’ harus survey dulu. Tujuannya agar An-Nisa’ tahu bagaimana karakteristik masyarakatnya dan problem sosial apakah yang kemungkinan bisa terbaca.
Sesuai kesepakatan An-Nisa’ dan Para Wonder Muslimah akan diturunkan bapak supir tinggi dan berkumis yang mengantar kami tepat di masing-masing balai desa. Kami tiba disana tepat pukul 08.30 WIB. Karena dalam perjanjian non tertulis menyatakan kami akan dijemput pukul 15.00 WIB berarti kami punya waktu sekitar 6 setengah jam untuk survey lokasi. Nah, kebetulan An-Nisa’ dan kelima rekan An-Nisa’ yang lain bertugas di Desa yang menurut sejarah namanya diilhami dari kata Jurang Baru. Desa ini memiliki 3 Dusun dengan karakteristik masyarakat yang serupa tapi tak sama. Masyarakat yang mendiami wilayah ini, meski hampir 99 % beragama Islam rata-rata mereka mengenal agama Islam hanya cover dan halaman depan saja. Terbukti dalam melaksanakan ibadah mereka masih terkontaminasi puing-puing adat mistik kejawen. Mereka menamakan agama yang mereka anut adalah Islam Nasionalis. Apakah itu? Istilah barukah? Atau aliran barukah? Tunggu penjelasan lebih dalam yang ternyata An-Nisa’ temukan jawabannya pada pekan pertama. Dan dari 6 orang agen yang diterjunkan ke Desa tersebut, An-Nisa’ dan salah seorang agen wonder muslimah memang sejak awal ditetapkan berada di Dusun yang posisinya paling pertama secara geografis dari beberapa objek PAR yang lain.
Pukul 10 tepat kami berpencar ke Dusun masing-masing. An-Nisa’ dan seorang Agen yang selanjutnya mengemban amanat menjadi koordinator dari kesembilan rekan yang akan dipimpinnya, berjalan melewati hamparan sawah yang mungkin jika dilihat dari langit akan tampak seperti barisan gigi bugis berlubang bekas mengunyah cake hijau isi durian. Bukan maksud ingin mendramatisir keadaan, tapi ini tertulis dengan mata telanjang. Hamparan sawah yang tidak biasa ini memicu kelenjar dan otot pada tangan untuk menuliskan sebuah problem ekonomi yang memprihatinkan. An-Nisa’ yang selama ini belum pernah melihat bukti nyata sepak terjang para hama sawah, melongo tanpa berkedip. Hewan secantik dan seimut Wereng kok bisa-bisanya tanpa perasaan menyerang padi masyarakat. Ah, jadi inget profil Tzipi Livni, Sang perempuan agresif pemegang kendali militer Israel yang tega memporak-porandakan Palestina. Betapa tidak, wanita yang seharusnya berkodrat feminin dan berperasaan lembut harus terlibat kebrutalan perang lantaran tertawan oleh kekuasaan. Hanya karena takut kehilangan kekuasaan dengan mudah Dia memberi komando untuk menggerakkan mesiu ke udara tanpa menghiraukan mayat bayi-bayi Palestina dan perempuan seperti dirinya menjadi korban. Sangat bertolak belakang dengan paras dan kodradnya sebagai wanita. Ok…! Kita kembali lagi ke permasalahan tentang sawah. Yang membuat An-Nisa’ semakin tercengang, sawah yang terserang berselang-seling. Satu petak terserang satu petak sehat walafiat begitu seterusnya. Inilah yang kemudian terhubung dengan problem yang kedua. Coba akhwat tebak, kira-kira apa? Ya, 100 buat yang bisa nebak, jadi karena masyarakat disana sebagian masih ada yang yakin dengan ilmu mistik beraliran hitam, pola pikir mereka cenderung diracuni oleh prasangka-prasangka buruk tentang keberhasilan panen tetangga mereka. ‘Jangan-jangan…!Aneh banget kan Mbak, Kalau bukan begituan terus apaan lo?’ kurang lebihnya, kata-kata itu yang tak sengaja terekam oleh telinga An-Nisa’.  Tapi, An-Nisa’ yakin tidak semua individu berpikiran sama, buktinya saat diwawancarai   bapak bayan Dusun (wakil dari kepala Dusun) berlapang dada meyakini musibah gagal panen itu dengan sebuah ujian dari Sang Khaliq.    
Masih berkutat di bidang Ekonomi, An-Nisa’ dan agen WM punya pengalaman konyol akhwat terkait bidang tersebut. Ceritanya berawal dari kewajiban para supervisor untuk mengenakan seragam almamater dari kampus. Walhasil kami mengenakan almamater kebanggaan tanpa menaruh curiga secuilpun. Nah, setiap kami melihat kerumunan ibu-ibu dusun yang sedang ngrumpi, kami mencoba mendekat untuk permulaan approach (pendekatan) dan wawancara. Lalu, apa yang terjadi, Akhwat…? Mereka yang asalnya berkerumun tiba-tiba berlari menuju rumah masing-masing dan dengan cekatan menutup pintu. Spontan kami terperanjat dan saling pandang. Dan kejadian tersebut kembali terulang untuk kedua kalinya. Wah, ada yang gak beres, nih. Sebelum kami mengalami hal serupa untuk yang ketiga kalinya, ketika berada di dekat kerumunan kami berteriak mencegah mereka.
Selidik punya selidik ternyata mereka menyangka kami salesman…? Glodak…! ‘Wajah-wajah sales donk buk…? Tapi, kita kan nggak bawa product? Jatuh donk image kita…!’ Celetuk agen WM penasaran. ‘Soalnya kita sering didatangi para sales dan bank keliling untuk di tagih hutang.’ Jawab salah seorang nenek tersenyum. Waduh parah… mau ditaruh dimana muka An-Nisa’ akhwat? Jauh-jauh datang dari kota cuma untuk nagih hutang? Tunggu-tunggu, ini namanya problem baru, akhwat. Bank keliling nagih hutang? An-Nisa’ mencium bau-bau riba, nih. Gimana Enggak sistemnya nggak ada bedanya dengan aliran yang dianut para rentenir. Meminjamkan uang pada orang yang membutuhkan dengan bunga tinggi yang menjerat leher dan kantong peminjamnya.
Problem yang terbaca selanjutnya adalah di bidang Pendidikan dan Agama. Kami melihat rasa keprihatinan yang mendalam dari hasil wawancara dengan Ibu kepala Dusun tentang keadaan lembaga Pendidikan di sana utamanya pendidikan keagamaan. Di Instansi Pendidikan agama, TPQ misalnya, dapat terpetakan menjadi beberapa problem,
Pertama, minimnya bisyaroh guru akibat dari kurang kepedulian para orangtua pada pendidikan agama anak-anaknya, selain itu masalah tersebut dipicu oleh keadaan perekonomian mereka yang bertaraf menengah ke bawah. Ya, meski dalam kitab Hidayatur Rohman Limakanil Qur’an karangan Almukarrom Abu Muhammad Ahmad Ramli Abdil Majid As-Syafi’i Al-Quraisy Al-Maliki halaman 12 yang menuliskan hadits Rosulullah SAW dari Abdur Rohman Bin Sibli yakni : إقرءوا القرآن ولا تغلوا فيه  ولا تجفوا عنه ولا تاكلوا به (رواه الطبراني) “Bacalah Al-Qur’an Dan jangan Engkau melebihi batas (menambahi) ke dalamanya dan berpaling darinya (Al-Qur’an) serta janganlah engkau mencari makan dengannya (Al-Qur’an) HR. At-Tabrani.”
Nah, loh kalau begini mati kutu nih, para guru ngaji. Tapi jangan lupa sama nadham dalam kitab ta’limul muta’alim tentang enam sesuatu yang harus dipenuhi seorang murid dalam menuntut ilmu yakni, Cerdas, ada biaya, Sabar, Tamak akan ilmu, ada guru, dan waktunya harus lama. Masalah biaya menjadi sesuatu yang lebih penting dari unsur menuntut ilmu yang lain. Dalam proses pendidikan juga butuh biaya pemenuhan sarana dan prasarana belajar mengajar misalnya, untuk membeli kapur tulis, penghapus atau buku panduan belajar tajwid dan kopi pelepas penat untuk Sang ustadz atau Ustadzah. Bukankah Mereka juga manusia, iya to?
Problem kedua dan sekaligus menjadi pemicu problem ketiga adalah minimnya tenaga pengajar Ahli yang faham betul dengan dunia pendidikan dan psikologi anak didik. Guru cenderung memaksakan kehendak dengan mengedepankan emosi ketika kedapatan proses KBM dihambat oleh ulah anak-anak didik mereka yang usil. Akibatnya anak didik yang tak termotivasi oleh iming-iming masa depan cemerlang, sitem serta proses belajar mengajar yang menarik dan menyenangkan satu persatu kabur meninggalkan Instansi Pendidikan terkait. Mereka lebih memilih bermain dengan alam yang lebih ramah atau menjadi pekerja serabutan yang resikonya berat untuk ukuran anak seusia mereka.
PEKAN PERTAMA, TAHAP APPROACH DAN PEMAHAMAN KARAKTER (30 Juni – 11 Juli 2011)
Tanpa diduga kesebelas anggota Wonder Muslimah yang tentunya berkelamin Perempuan tulen dhahir bathin, termasuk agen An-Nisa’ sendiri tercengang dan syok melihat kenyataan bahwa selama kurang lebih sebulan lamanya, Kami akan tinggal di rumah kos bekas warung kopi. Kalau seandainya tidak ingat kalau tersenyum adalah nilai tambahan dalam pertualangan kami kali ini, mungkin Empang dan telaga di belakang rumah kos-kosan kami itu akan pasang oleh airmata kami. Ya, selain itu Kami juga gengsi sama julukan Wonder Muslimah yang kami dapat.
Ternyata kondisi rumah kos yang seperti itu yang membuat kami mendapat nilai lebih dari perjalanan kami dalam berperang mengalahkan Keglamoran hidup, ketidakmandirian dan kecengengan. Hal ini bukan berarti warga tersebut menyuguhkan kesan ketidak ramahannya diawal perkenalan dengan kami namun, lebih kepada membantu kami memenangkan perang dingin dengan keabstrakan karakter dalam diri kami masing-masing. Sebuah permainan uji kecerdasan otak, mental, emosional dan spiritual baru saja dimulai.
Mungkin bagi akhwat waktu 11 hari pada pekan pertama terlalu lama jika hanya digunakan untuk sekedar pendekatan personal, pemahaman karakter, pemetaan sekaligus perumusan sketsa sementara solusi dari beberapa masalah yang terbaca saat survey dilangsungkan. Tapi, bagi kami 11 hari adalah waktu minimum yang kami pilih untuk me-manage penuntasan program yang akan kami jalankan. Pertanyaanya sekarang kenapa hal itu terjadi? Pertama, Mereka masih tabu takut dan ragu mengenal apalagi menyentuh hal-hal baru, meski positif. Jadi tak heran jika misi penyuntikan nilai-nilai pendidikan dan agama sesuai yang diajarkan Rasul SAW oleh para Wonder Muslimah menjadi terhambat dan terantuk batu. Mereka tak mau mengenal sesuatu yang terlalu ketat dan mengatur seperti penerapan ajaran agama yang cenderung fanatik. Bagi mereka yang penting beruang, agama bisa jadi istri kedua. Sebagian juga masih mencintai budaya-budaya kuno seperti pementasan wayang, dendang campur sari, pembakaran kemenyan, sedekah bumi, persembahan sesaji untuk penunggu telaga, Kepercayaan pada benda-benda pusaka dan tari-tarian ekstrim seperti tari ular. Nah, seperti inilah yang mereka sebut sebagai Islam Nasionalis. Yang jika diterjamahkan dan diluruskan dengan mengacu pada ilmu perbandingan agama berarti Islam yang terkontaminasi adat hindu kejawen atau disebut Islam kejawen. 
Dan sebab yang Kedua,  Sebagian besar dari mereka tidak memiliki waktu untuk menyambut hal-hal baru, apalagi tanpa adanya iming-iming rupiah. Mayoritas mereka adalah masyarakat pekerja yang anti pengangguran. Akibatnya akan lumayan sulit memasukkan hal berbau pendidikan dan agama Karena mereka menganggap tanpa uang semua itu menjadi tak penting. Ketiga, jika disimpulkan berdasarkan perumpamaan istilah di lapangan sepak bola, karakter mereka dapat digolongkan sebagai pemain yang menunggu bola digiring kearah mereka. Dan yang seharusnya berperan mengantar bola adalah para petinggi-petinggi Desa atau Dusun yang telah dipercaya masyarakat. Namun, kendalanya lagi-lagi masalah rupiah, kerja petinggi kurang maksimal dan kurang focus karena mereka disibukkan dengan kegiatan mencari penghidupan untuk anak-istrinya.
PEKAN KEDUA, TAHAP SHARING DAN SOSIALISASI PEMETAAN MASALAH (12 Juli-17 Juli 2011)
Pada tahap ini, para Wonder Muslimah seperti mengalami dejavu suasana rapat di kampus. Beberapa pendapat bermunculan, sanggahan berhamburan, penolakan-penolakan sistem diutarakan, kesalahan dalam penafsiran rentan terjadi dan beberapa peristiwa-peristiwa lumrah lainnya yang biasa terjadi dalam sidang. Serunya lagi adalah ketika para WM terlibat rapat reformasi structural dan perumusan rancangan AD-ART karang taruna Dusun yang terpecah. Salah satu agen WM yang kebetulan terpilih oleh quota forum sebagai pimpinan sidang berulangkali meminta izin meminum air mineral sejenak untuk meredakan panasnya suasana sidang. Namun, meski para WM belum menemukan solusi yang tepat dalam mewujudkan cita-cita Kepala dusun untuk mempersatukan organisasi pemuda itu setidaknya dengan hadirnya agen WM, sebagian anggota dari keduanya mulai menyerap angin segar tentang cara berorganisasi yang baik. Mereka cuma butuh waktu untuk merenung dan memahami arti sebuah persatuan pemuda.
PEKAN KETIGA DAN KEEMPAT, TAHAP PENJELMAAN MENJADI AGENT OF CHANGE (18 Juli-28 Juli 2011)
Menjadi Agent of change dalam 11 hari? Kalau itu hanya kisah dalam sinetron, mungkin saja bisa terjadi. Lantas gagalkah agen WM kita menjadi Agent of change di dunia nyata lantaran waktu yang tak berpihak? Ok…! An-Nisa’ yang akan jawab pertanyaan itu dengan catatan akhwat harus menyimpulkannya sendiri.
Karena masalah vital yang menjadi titik kunci permasalahan adalah di bidang ekonomi, para agen WM memilih menyelesaikan masalah perekonomian dahulu. Tawaran program Desa terkait penyuluhan pertanian kurang mendapat respon karena memang masalah urgen yang kembali mencuat adalah persoalan dana. Mereka menginginkan acara bergengsi namun tidak menghabiskan dana besar. Terkait gagal panen rata-rata masyarakat sudah memiliki cara menyelesaikan masalah masing-masing. Ada yang berusaha mengubah sawah padi mereka dengan tanaman jagung, ada yang pindah haluan mencari pekerjaan serabutan seperti menjadi pengrajin kopyok roti.
Dengan merangkul para Ta’mir masjid dan pengurus remaja Masjid para agen WM mengarahkan mereka untuk menggelar pengajian akbar yang sudah bertahun-tahun mati. Lantas, apa hubungan program tersebut dengan bidang ekonomi? Ternyata, agen WM memilih pembenahan spritual setelah program fisik yang mereka tawarankan kurang mengena. Dengan pengajian akbar tersebut, mind set masyarakat berputar haluan. Yang semula mereka menganggap gagal panen sebagai permainan ilmu hitam dan imbas dari kecemburuan-kecemburuan sosial, sekarang mereka mulai sadar dan belajar instropeksi diri. Mereka telah menyadari bahwa perkara dunia tak akan berjalan mulus dan sukses jika tidak didampingi ukhrowi. Gagal panen yang mereka alami bisa saja dikarenakan terlampau lama jauh dari Sang pengatur rizki. Terbukti meningkatnya jumlah jama’ah shalat fardhu di masjid dan antusiasnya remaja meramaikan masjid untuk menggelar tadzarrus. Dalam agenda mingguan yang di sebut Persunan juga perlahan bisa disisipi kegiatan keagamaan. Agenda kegiatan yang mulanya hanya diisi dengan datang, arisan, ngrumpi, makan dan pulang kini sebelum acara makan-makan berlangsung, agen WM menyisipinya dengan pembacaan shalawat nariyah. Tentunya diawali dulu dengan sosialisasi tentang fadhilah pembacaan shalawat tersebut.
Di bidang pendidikan, solusi yang ditempuh agen WM sebagai pemecah masalah minimnya tenaga pengajar ahli adalah dengan mengadakan pembinaan seni mengajar Al-qur’an untuk seluruh Guru TPQ. Hal ini mendapat respon baik dengan keantusiasan mereka mempraktekkannya dalam proses KBM. Selain itu, untuk menarik perhatian anak didik mereka juga mensisipkan metode hikayah, homeschooling dan praktek ibadah sebagai materi ekstrakurikuler serta belajar dengan sistem outdor yang mengajak mereka berperan langsung di dunia nyata seperti, seni peran, seni memimpin acara dan seni olah vocal yang dipentaskan.    
SAYONARA MEDAN PERANG (29 Juli 2011)
Meski ada yang bilang, ‘Kalian tak akan dianggap berhasil jika tak bisa membuat mereka menangis saat kalian pergi’. Yang jelas bagi Kami, keberhasilan itu didapat ketika kami berhasil bangkit saat kami jatuh tersungkur, dan tetap kuat meski musuh memberondong kami dengan berbagai senjata. Seandainya saja kami dinyatakan benar-benar gagal, kami tetap akan bangga dengan hasil kerja kami. Ya, setidaknya kami bukan pecundang yang lari terbirit-birit dari medan perang. Wuihh… sebenarnya masih banyak yang ingin An-Nisa’ tulisankan untuk akhwat. Sayonara medan perang Kami tercinta…! Semoga ada agen-agen WM yang lebih tangguh lagi untuk membantu memenangkan perang./titah.



Tidak ada komentar: