Jumat, 17 Desember 2010

MEMBENTUK KARAKTER DENGAN MERANGSANG NEURON ANAK


Penelitian Ahli Saraf anak dari Universitas Wayne State, Harry Chunagi menghasilkan kesimpulan bahwa rangsangan pada indera anak dapat menjadikan anak mempunyai pondasi kuat bagi tumbuh-kembangnya. Kesimpulan yang dipublikasikan oleh Newsweek pada 19 Februari 1996 ini bukan asal comot argument saja tapi, berdasarkan atas teori Neuron (sel konduktor pada system saraf).
Saat seorang bayi lahir, otaknya tersusun atas neuron-neuron yang siap dirangkai menjadi semacam mesin. Sebagaian besar neuron membentuk rangkaian permanent dan menjadi sebuah sirkuit jika mendapat rangsanagn dari luar. Semakin banyak dan bervariasi rangsangan yang diberikan akan semakin kompleks jalinan antar neuron sehingga terbentuklah kemampuan dasar matematika, logika, bahasa, musik dan emosi pada anak.

Lalu, rangsangan seperti apa yang harus kita salurkan pada neuron anak? Karena Al-Ghazali menyatakan,” Anak adalah amanah ditangan Ibu –bapaknya. Hatinya masih suci ibarat permata yang mahal harganya. Apabila ia dibiasakan pada suatu yang baik dan dididik, niscaya ia akan tumbuh besar dengan sifat-sifat baik dan akan bahagia di dunia akhirat. Begitu pula sebaliknya.”
Dalam pepatah bijak juga menyatakan
من شبّ على شىء شابّ عليه
Barang siapa membiasakan sesuatu sejak kecil maka akan terbiasa dengannya hingga dewasa.
Seperti halnya yang dikemukakan Harry Chunagi, kuatnya rangsangan pada neuron anak akan membentuk pondasi bagi pertumbuh kembangnya anak. Begitu juga Al-Ghazali, menurut beliau apa yang kuat dan pertama kali ditorehkan pada anak yang tak ubahnya selembar kertas putih maka, itulah yang akan membentuk karakter dirinya.
Bila yang pertama ditanamkan adalah corak agama dan keluhuran budi pekerti maka, akan terbentuk antibody (zat kebal) awal pada anak akan pengaruh negatif, seperti benci keombongan, rajin ibadah, tidak membangkang pada orantua dan sebagainya. Namun, bila dari awal corak agama dan keluhuran budi pekerti sudah tidak terpetakan dalam pemikiran anak maka, yang muncul adalah antibody terhadap pengaruh positif.
Rangsangan Negatif
Proses pembentukan karakter tokoh Zobar dan Jean Tibaux pada novel berjudul Zobar I karya M. Ilham Malayu. Pribadi Zobar dewasa yang cenderung dingin, keras, berani menghalalkan segala cara untuk tetap menyambung hidup dengan menjadi eks-bandar narkoba namun, terkadang mampu memancing simpati karena kedermawanan dan rasa kasih sayangnya yang tinggi pada orang lemah dan terkadang juga bisa kejam dan biadab ketika dikhianati.
Pribadi itu berangkat dari latar belakang kehidupan Zobar 14 tahun yang menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri peristiwa pembunuhan tragis terhadap Pak Kurnia, tetangganya yang baik hati. Yang membuat jiwa Zobar mengalami kelabilan dan akhirnya berimbas pada pembentukan karakter masa depannya, pelaku pembunuhan tersebut adalah ayahnya sendiri. Dan tanpa diberitahu sebab percekcokan yang berakibat maut itu, Zobar dipaksa ayahnya berbohong pada polisi dan masyarakat untuk menutupi kebusukan ayahnya.
Kejadian kelam cerita hidupnya yang tanpa persetujuannya masuk begitu saja menghiasi masalalunya itu tiba-tiba terkubur dengan membekaskan sesuatu tanpa titik terang dan penuh kebohongan lantaran kunci dari permasalahan itu telah lebih dulu dicabut nyawanya. Ayahnya mengalami struk dan akhirnya meninggal sebelum Ia tahu segalanya.
Begitu juga dengan karakter Jean Tibaux musuh bebuyutan Zobar yang juga Bandar Narkoba. Tibaux kecil yang kedua orang tuanya mengalami broken home lantaran ayahnya pemabuk berat, pada usianya yang ke-16 telah mengenal dunia hitam setelah diasuh oleh dua wanita muda kulit putih berusia sekitar dua puluhan tahun. Dengan imbalan sedikit uang jajan, mengisap ganja gratis dan boleh tidur bersama keduanya, Tibaux rela menjadi kurir mengantarkan Hashish dan ganja ke klien dua wanita itu. Latar belakang tanpa rangsangan positif serta kasih sayang Ayah-Ibu inilah yang membentuk karakter licik, sok bersahabat, penuh ambisi dan pendendam yang terus berkembangbiak pada jiwa Tibaux.
Rangsangan Positif
Pribadi Sayyidah Fatimah yang cerdas, sederhana walaupun putri seorang pemimpin ummat, penyabar, tidak pernah menuntut macam-macam pada Sayyidina Ali, suaminya, benar-benar menjaga kehormatanya, dan senantiasa melaksankan perintah Allah dan Rosul yang ayahandanya sendiri. Bahkan banyak orang yang menjulukinya sebagai ibu dari ayahnya Rosul Muhammad SAW, itu karena saking pandainya Sayyidah Fatimah menenangkan hati Ayahandanya yang sedang sedih. Karakter luar biasa yang tercermin pada pribadi Sayyidah Fatimah ini terbentuk oleh rangsangan positif yang Rosulullah SAW tanamkan padanya.
Sejak kecil Sayyidah Fatimah dididik untuk hidup sederhana, menghargai orang lain, dan bersikap jujur serta amanah. Bahkan saking perhatiannya Rosulullah pada proses pembentukan karakter pada pribadi Fatimah kecil, Rosul pernah bersabda bahwa beliau akan memotong tangan Fatimah, putri tercintanya jika Ia berani mencuri. Itu bukan berarti didikan Rosul sangat keras dan kaku terhadap anak tapi, justru menanamkan ajaran bahwa ada perbedaan efek samping dan akibat dari masing-masing perbuatan tercela atau terpuji.
Pribadi tegar menghadapi cobaan, senantiasa menyandarkan diri pada Sang Pencipta nutfah dan pejuang ilmu yang gigih dari seorang Lintang dalam Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata terbentuk dari rangsangan psikologis bapaknya. Walaupun hanya seorang nelayan yang pendapatannya hanya untuk nasi sesuap, Bapak Lintang mampu memberi contoh gaya hidup yang tak mudah menyerah apalagi dalam urusan menimba ilmu.
Bagaimana Agar Tak Salah Membentuk Karakter?
Menurut Ahmad Syarifuddin dalam bukunya yang berjudul “Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Al-Qur’an“ Para Ulama’ mengatakan bahwa ada semacam penyakit berbahaya yang menjangkit anak kecil bernama Jununus Shaba (Kegilaan Masa Kecil). Penyakit ini merupakan sebuah kecenderungan buruk, noda hitam kedurhakaan,dan bibit kesesatan pada anak yang berasal dari semaian hawa nafsu maupun setan. Dan biasanya penyakit ini menyerang anak yang tidak ditanamkan pendidikan yang baik sejak dini.
Nah disinilah peran kedua ibu-bapak sebagai Murobby bagi anak-anaknya dan disini pula pendidikan berfungsi untuk melestarikan fitrah anak, yakni fitrah kebenaran, fitrah tauhid dan fitrah berperilaku positif. Seperti yang kita ketahui bahwasanya seorang anak itu terlahir dengan kecenderungan pada kebaikan yang tertanam padanya sejak lahir dan orang tualah yang akhirnya meluruskan atau membengkokkannya. Sebuah Hadist riwayat Bukhori I : 240, Rosullullah SAW bersabda,
كل مولود يولد على الفطرة ,فأبواه يهوّدانه أوينصّرتنه
أو يمجّسانه (رواهالبخارى)
Setiap bayi dilahirkan atas fitrah (tauhid,iman). kedua orang tuanyalah yang menjadikannya memeluk Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
Untuk menghindari penyakit jununus shaba sekaligus melestarikan fitrah dan kehanifahan anak serta meningkatkan mentalitas keimanannya maka satu-satunya dasar Islam adalah merangsangkan neuron anak agar tertanam kecintaan pada Al-Qur’an.
Kenapa Harus Al-Qur’an?
Kitab Allah itulah solusi kalian. Di dalam kitab itu ada cerita persitiwa sebelum kamu, ada berita setelah kamu, dan ada hukum diantara kamu. Dia firman yang tegas, tidak main-main. Siapapun raja otoriter yang enggan melaksanakannya niscaya hancur. Barangsiapa mencari petunjuk pada selainnya akan tersesat.
Dialah tali perjanjian Allah yang kokoh, pengingat yang bijaksana, sekaligus jalan yang lurus. Dengan kitab suci itu, hawa nafsu tidak akan menyimpang. Dengannya lisan-lisan tidak akan kacau. Para ulama’ tidakakan merasa kenyang darinya. Dia tidak akan lapuk oleh banyaknya kritikan. Kekaguman-kekaguman terhadapnya tidak akan habis.
Barangsiapa berkata dengannya niscaya jujur. Barangsiapa mengamalkannya diberi pahala. Barangsiapa mempergunakannya sebagai hukum niscaya adil. Dan barangsiapa menyeru kepadanya niscaya ditunjukkan kepada jalan yang lurus.” (Hadist Rosulullah diriwayatkan oleh Tirmidzi dari sahabat Ali bin Abi Thalib r.a dalam Sunan Tirmidzi jilid 4 hal.246 hadist nomor 3070)
Menurut Ibnu Kaldhun pendidikan al-Qur’an merupakan pondasi seluruh kurikulum pendidikan di dunia Islam karena Al-Qur’an merupakan syiar agama yang mampu menguatkan akidah dan mengokohkan keimanan. Tak hanya itu, banyak ilmu sains, seperti penciptaan makhluk hidup, bumi, planet, satelit dan berbagai kegiatan muamalah ada di dalam Al-Qur’an.
Sebenarnya banyak sekali ilmu yang dapat diambil dari Al-Qur’an sampai Allah mengumpamakan seandainya seluruh air laut yang ada dibelahan bumi ini dikumpulkan jadi satu dan dijadikan tinta untuk menulis ilmu Allah yang ada di dalam Al-Qur’an niscaya tinta itu akan habis tak meninggalkan setetespun sedangkan ilmu Allah itu belum tertulis semuanya, walaupun setelah itu didatangkan lagi air laut dalam jumlah yang lebih besar. Namun, sayangnya kita sebagai Ummat yang diberi kesempatan mendapatkan kitab suci yang isinya terdiri dari kumpulan kitab-kitab suci ummat sebelum kita belum bisa merasakan ni’matnya menggali ilmu yang terkandung didalamnya (Al-Qur’an).
Kapan Rangsangan Diberikan?
Dalam bukunya yang berjudul “Panduan Mengajar Bayi Anda Membaca Al-Qur’an Sejak Dalam Kandungan” Drs. Mustofa A. Y. mengemukakan bahwa ada tiga masa yang mana disebut sebagai Masa Emas atau masa yang paling produktif untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak sejak dini. Namun, sayangnya masa-masa tersebut sering kali diabaikan oleh calon orangtua. Masa itu adalah waktu dalam kandungan, sejak pertama kali bayi lahir ke dunia dan sejak bayi berumur lima bulan.
Namun kalau kita berkaca pada sabda Rosul dalam Hadist Riwayat Abu Dawud yang berbunyi, ”Suruhlah anak-anakmu menjalankan shalat disaat umur tujuh tahun, beri mereka pukulan bila meninggalkan shalat disaat umur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat-tempat tidur diantara mereka.” Akan kita temukan masa idealnya seorang anak dapat menerima pelajaran Al-Qur’an secara formal pada usia 4 sampai 6 tahun karena pada usia yang ke-7 anak telah ditekankan untuk dilatih menjalankan shalat, sedangkan didalam shalat banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang harus dibaca fasih dan lancar.
Tapi, yang paling penting disini sebenarnya adalah bagaimana cara yang efektif untuk mendidik mereka sejak kecil, bukan memperdebatkan sejak kapan pelajaran mulai diberikan. Bahkan ada baiknya jika kita tanamkan materi pelajaran tersebut diusia sedini mungkin karena ada sebuah pepatah arab mengatakan yang artinya, ”Belajar dimasa muda sama dengan mengukir diatas batu, dan belajar di masa tua sama dengan mengukir diatas air.”
Ada beberapa metode pengajaran yang ditawarkan oleh Drs. Mustofa dalam bukunya, diantaranya; untuk bayi yang masih dalam kandungan Sang bapak mengajarkan materi yang telah disiapkan dengan cara mengatakan kosakata wajib, kalimat thoyyibah, surat-surat pendek, adzan dan iqomah tiga kali sehari. Pipi Bapak ditempelkan diperut Ibu. Jika Ibu yang mengajar, ia sebaiknya menggunakan megaphone kertas.
Untuk bayi baru lahir, Bapak, Ibu, Kakak, atau anggota keluarga yang lain mengatakan adzan, iqomat, menyanyikan senandung islami atau murottal Al-Qur’an, kosakata wajib, kalimat thoyyibah dan surat-surat pendek.
Sedangkan untuk bayi lima bulan, ada beberapa materi paket berupa, 30 kosakata wajib, 20 kalimat thoyyibah, 8 Do’a sehari-hari, 7 surat pendek, adzan, iqomah dengan menuliskannya pada kertas dengan spidol merah.
Disamping tiga metode diatas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan orang tua bahwasanya dunia anak adaklah dunia permainan, jadi perkara sepele ini tidak boleh lepas dari perhatian orangtua. Jiwa seorang anak tidak menginginkan pengekangan yang berlebihan karena imbasnya adalah ketika mereka sudah beranjak besar, tanpa kita duga mereka bisa saja melakukan pemberontakan. Jadi jangan terlalu memberi anak pembatas yang kentara, karena itu kan membuat anak semakin bosan dengan didikan kita.
Di zaman sekarang ini telah bermunculan permainan educatif yang dirancang oleh muslimah, semisal puzzle, bantal cerita, buku kain, permainan menyusun balok, dan lain sebagainya. Hal ini bisa kita manfa’atkan dengan menyelipkan nilai-nilai religi didalamnya. Asalkan alat-alat yang mereka jadikan mainan bukan terbuat dari bahan yang berbahaya untuk kesehatan mereka. Satu hal lagi yang penting bagi proses pembentukan karakter pada diri anak kita, jauhkanlah mereka dari televisi yang bernilai sampah karena kebanyakan bisa merusak pola pikirmereka. Dan sekarang bagi para orangtua, rangsang neuron anak anda dengan berbagai hal positif lebih-lebih Al-Qur’an agar mereka benar-benar tumbuh menjadi pemuda–pemudi berkarakter Qur’ani yang terjaga tindak tanduknya. Semoga anda berhasil.

Tidak ada komentar: