Jumat, 13 Maret 2015

HAL SEDERHANA YANG MENGHEBAT

     
     
       Ketika suatu hari saya mendapat pesan singkat dari Agus Ibrahim, saat itu saya sedang menyelesaikan novel kedua saya, Perjanjian dari Barzakh. Pesan singkat dari Agus membuat saya terperanjat dan mengerutkan kening. Betapa tidak, isi pesannya meminta saya memberikan kata pengantar di buku barunya. Saat itu saya berfikir, apa yang akan saya tulis di buku seseorang yang menjadi motifator saya sendiri. Harus saya akui pada dunia, bahwa saya termotifasi dan memberanikan diri menerbitkan buku saya karenanya. Jika dibandingkan dirinya, siapalah saya. Dia lebih muda dari saya, tapi sudah menerbitkan banyak buku. Dia juga berhasil menerbitkan koran lokal di Pesantren yang selalu dinanti-nanti terbitnya oleh pembaca. Itulah salah satu hal mengejutkan dari dirinya.
           Hal mengejutkan yang lain darinya adalah tulisannya. Saya teringat sebuah teori. Teori yang saya dapat dari guru besar Jurnalistik saya di kampus INKAFA tercinta, Bapak Syaichu Busyiri, S.S, M.Si. kata beliau, seorang jurnalis sejati adalah seseorang yang bisa menghebatkan hal sederhana di sekitarnya. Setelah mengenal dan membaca tulisan-tulisan Agus Ibrahim, saya merasa teori itu tidak hanya sekedar teori. Agus mengaplikasikannya dan menunjukkan hasilnya pada saya dan dunia. Dia memang jurnalis sejati. Contohnya seperti kisah Sepasang Kenari untuk Bapak yang ditulisnya dalam buku ini. Agus tidak ambil pusing mengetengahkan kisah rumit layaknya Pierdomenico Baccalario dengan tulisannya di Ulysses Moore La Porta Del Tempo, yang berbicara soal lorong waktu. Dia mengamati hal sederhana yang sedang populer di masyarakat, seperti burung kenari kemudian menjadikan kisah tentangnya menghebat. Setelah membaca kisah dalam buku ini, kalian akan berdecak kagum, bagaimana hal sesederhana ini bisa menjadi tulisan yang hebat. Letak hebatnya dimana? Ketika membaca novel petualangan Harry Potter karya J.K. Rowling dan kisah-kisah dalam buku ini, saya merasakan sensasi seperti keduanya adalah sebuah koin mata uang. Rowling dan Agus Ibrahim Ibrahim berada di sisi mata uang yang berseberangan. Rowling selalu memulai kisah Harry dengan cara yang tak disangka-sangka, sedangkan Agus Ibrahim memulainya dengan prolog sederhana namun menggelitik. Jika Rowling bermain-main dengan dunia fantasi yang begitu imajinatif dan membuat dunia fantasi itu seakan nyata, sedangkan Agus Ibrahim lebih suka menuliskan sesuatu berdasarkan kepekaan pada hal-hal kecil di sekitarnya. Seperti tokoh Ernest Miller Hemingway, Agus Ibrahim mampu mendeskripsikan sesuatu dengan sehidup-hidupnya. Daya tarik dari kisah-kisah yang ditulis dalam kumpulan cerpen ini adalah akhir kisahnya yang dibuat agar sukar ditebak. Seperti Aoyama Gosho, komikus serial Detektif Conan yang lihai memainkan dugaan pembaca, Agus juga tidak peduli pada prediksi komentar pembaca yang mengumpat karena salah menebak akhir ceritanya. Satu kata untuk buku ini, SADIZZ…![]









Tidak ada komentar: