Profil
Pondok Pesantren
Ketika memasuki lingkungan Pesantren
seluas 9,5 ha ini kita tidak akan disambut santri dengan kain sarung, baju koko
dan kopiah, sebagaimana terdapat di Pondok salafiyah atau pondok modern
umumnya. Di
tempat tersebut santri-santri putra dibebaskan merokok, berambut panjang,
memakai kaos atau bercelana jins belel. Selain itu mereka diperbolehkan membawa
alat musik atau tape recorder sebagai teman sepi. Hal ini karena, Pondok
Pesantren Metal adalah simbol kebebasan berekspresi yang terarah. Sang jendral
Metal (julukan Kiai Bakar) tidak menerapkan peraturan terlalu ketat, yang jelas
semua santri harus mengikuti shalat berjama’ah lima waktu.
Nama lengkap Pondok Pesantren yang
diasuh oleh K.H. Abu Bakar Kholil ini adalah : Metal Muslim. Sedangkan makna Metal
adalah singkatan dari : MEnghafal / MEmbacaTulisan AL-qur’an. Metal juga bisa berarti
Mengaji al-Qur’an Tartil. Hal ini dikarenakan sistem mengaji al-Qur’an
yang diajarkan oleh pengasuh adalah dengan cara tartil (sebuah metode membaca al-Qur’an). Adapun misinya adalah amar ma’ruf nahi
mungkar serta memperbaiki akhlaq. Dan lambang Pesantren tersebut adalah tiga
jari yang berarti Iman, Islam dan Ihsan.
Beberapa tahun kemudian, sepeninggalan
Kiai Kholil menghadap Allah, majlis ta’lim al-Hidayah kehilangan sosok seorang
guru. Karena tidak ingin para santri putus belajar, Bunyai Ummi Kultsum
mendesak putra-putranya untuk meneruskan perjuangan Kiai Kholil. Atas desakan
sang ibunda, putra Kiai yang bernama Muhammad Sa’id, mengajak adik bungsunya, Abu
Bakar untuk pulang dari menimba ilmu dan meneruskan perjuangan ayahanda mereka.
Namun tanpa disangka adik bungsu beliau
tidak menghendaki mengajar al-Qur’an di awal kedatangannya menimba ilmu.
Dan anehnya tanpa memberikan alasan yang jelas, sang adik hanya gemar
mengumpulkan pemuda untuk bermain sepak bola, badminton dan voley. Karena hal
tersebut, Majlis Ta’lim yang asalnya memiliki santri itu menjadi vacuum dari
proses belajar mengajar. Pada saat itu Majlis Ta’lim hanya digunakan untuk
tempat shalat berjama’ah saja.
Beberapa tahun kemudian, setelah Bakar
muda berhasil berkawan dengan pemuda - pemuda Desa, barulah beliau mengajak
pemuda - pemuda tersebut untuk mengaji al-Qur’an. Sejak saat itu, Majlis
Ta’lim memiliki santri berjumlah ratusan baik laki-laki dan perempuan. Pelajaran Utama yang dikaji adalah al-Qur’an,
Mahroj, Tajwid, dan Tafsir Jalalain. Adapun jadwalnya adalah
sebagai berikut : (1) pengajian kitab tafsir jalalain ba’da Subuh dan ba’da
Dhuhur oleh K.H. Muhammad Sa’id (2) al-Qur’an oleh K.H. Abu Bakar Kholil
(3) tajwid dan mahroj pada pukul 9 pagi dan ba’da Isya’ oleh Ustadz senior.
Setelah kurang lebih 5 - 7 tahun
kemudian, ada seorang anggota Polisi Resort Probolinggo datang meminta bantuan
untuk menyembuhkan putrinya yang sedang mengalami gangguan jiwa. Dan setelah
dibina selama 3 minggu putri anggota PolRes Probolinggo tersebut berhasil
disembuhkan. Sejak saat itu banyak orang dengan latar belakang pengidap
patologi sosial (seperti : orang gila, hamil di luar nikah, mantan nara pidana,
perampok, anak jalanan, buronan polisi, pecandu narkoba dan para pemabuk) berdatangan
dari berbagai penjuru daerah. Karena jumlah mereka yang begitu banyak akhirnya pada
tahun 1997 Kiai Bakar membeli tanah serta bangunan yang akan disewakan sebagai café
oleh kakak beliau, Kiai Sa’id.
Pada tahun 1999, karena jumlah santri
semakin banyak maka secara bertahap Kiai Bakar membeli tanah sawah yang akhirnya
mencapai luas sekitar 9,5 ha untuk pembangunan gedung pesantren di Pedukuhan Tanjung Sari RT 04 RW 01 Desa Rejoso
Lor. Dan beberapa tanah untuk pembangunan Pesantren tersebut ada yang
berasal dari pemberian Mbah Abdul Jalil,
seorang pembesar dan Wali di Desa Rejoso. Beberapa
waktu kemudian dengan alasan sederhana yakni karena santrinya yang
berlatarbelakang pengidap patologi sosial itu tidak interest dengan nama
al-Hidayah maka, muncullah ide mengganti nama majlis ta’lim dengan Pondok
Pesantren Metal Muslim.
Berdasarkan
beberapa informasi yang terkumpul, dana untuk kebutuhan santri sehari-hari
datangnya tidak terduga-duga. Seperti penuturan Bu Asmania, Sang pemilik warung
nasi sebagai berikut,
”Yai pernah
menolong orang gila, saat dimandikan si orang gila mengatakan kedinginan.
Sedang menurut Yai kalau orang gila sudah tahu bedanya dingin atau tidak
berarti dia sebenarnya tidak gila. Eh, ternyata keesokan harinya Yai mendapat
kiriman uang sebanyak Rp. 1.000.000,00 dari Jakarta. Mungkin si orang gila
adalah wali. Dana untuk Pondok terus mengalir mungkin karena karomah Yai.”
Diperkuat
dengan cerita yang dituturkan oleh Bunyai Maslahah, Kakak Ipar Kiai Bakar,
”Saat itu adik
sedang berada di tanah suci, kemudian Dia didatangi salah satu santrinya yang
gila dan diberi selembar uang, mata uang sana. Nilainya, kalau ditukar dengan
rupiah sebesar Rp. 100.000.000,00. Dan ketika Dia sudah kembali ke Indonesia,
ternyata orang gila tersebut sudah meninggal.”
Sedangkan untuk
memenuhi kebutuhan pangan santri yang jumlahnya kurang lebih sekitar 1.800
orang, setiap hari juru masak pondok menanak nasi sekitar 90 kilogram sampai satu
kuintal. Pesantren menyediakan lauk pauk sederhana seperti tahu dan tempe. Terkadang
juga menyediakan menu istimewa seperti telur dan ikan laut. Untuk santri laki-laki,
setiap hari menerima 2 batang rokok seharga Rp 7.500 per slop.
Data Santri
Berdasarkan
informasi yang didapat, santri Metal berasal dari Jember, Banyuwangi, Solo,
Jakarta, Probolinggo, Lumajang, Gresik, Bali, Malang, Jepara, Semarang, Pekalongan,
Brunei, Malaysia dll. Sedangkan pendidikan yang ada di Pesantren Metal sendiri
adalah pendidikan informal atau mereka lebih akrab dengan nama sekolah rakyat. Adapun
kegiatan belajar mengajarnya adalah mengaji al-Qur’an dan Shalawat.
Adapun persyaratan mendaftar menjadi santri Metal adalah
sebagai berikut : (1) Waktu penerimaan santri pada hari Ahad pagi, selesai
pengajian rutin, saat Kiai Metal open house menerima tamu. (2) Diantar
orangtua/ wali. (3) Tidak dipungut biaya yang mengikat atau sesuai kemampuan
bahkan menurut keterangan Bu Asmania, tanpa dipungut biaya.
Karena di
Pesantren Metal tidak ada manajemen pembukuan data kuantitatif keluar masuknya
santri maka, jumlah yang peneliti peroleh adalah berdasarkan ingatan Pengasuh
Pesantren atau santri yang bertugas menyiapkan makanan. Namun, Bukan rahasia
publik lagi kalau Pesantren Metal dikatakan sebagai Pondok Pesantren unik dan
memiliki ciri khusus. Sebab, santri atau santriwati yang belajar di Pesantren tersebut
rata-rata mengidap patologi sosial (penyakit sosial masyarakat).
Santri-santriwati
di Pondok Pesantren Metal dapat digolongkan menjadi : Pertama,
santri-santriwati pengguna narkoba. Jumlah santri kelompok ini, yang telah
dibina K.H. Abu Bakar Kholil sejak tahun 1999 sampai awal tahun 2005, sekitar
1.000 orang. Kedua, santri-santriwati orang gila. K.H. Abu Bakar menyatakan,
jumlah orang gila itu terus bertambah, karena hampir setiap hari menerima
kiriman paket orang gila minimal empat orang. Pada tahun 2005 jumlah mereka
mencapai 348 orang. Seiring bertambahnya hari, orang gila tersebut banyak yang
meninggal, jumlahnya mencapai 100 orang. Penyebab meninggalnyapun beragam,
seperti sakit atau terbunuh oleh teman mereka sendiri. Dan berdasarkan pengamatan
reporter Al-fikrah, jumlah orgil saat ini ada 4 orang, satu diantaranya sudah
mendekati kesembuhan karena dia sudah mau mengikuti pengajian Ahad pagi bersama
Kiai. Kelompok ketiga, adalah santriwati wanita hamil pranikah dan pada tahun
2005 jumlahnya 79 orang. Saat ini ada sekitar 6 orang dari kalangan mahasisiwi,
SMP dan SMA.
Kelompok
keempat, santri-santriwati korban fitnah dukun santet dan pada tahun 2005
jumlahnya tidak bisa diketahui dengan jelas. Berikut penuturan Kiai
Bakar,“Jumlah santri jenis keempat itu, saya tak ingat benar. pokoknya mencapai
puluhan.” Kelompok kelima, bayi-bayi dan anak-anak terlantar yang tidak diakui
keberadaannya oleh orangtuanya. Saat ini jumlahnya mencapai 349 orang. Kelompok
keenam, santri kalong yang sehat jasmani dan rohani, mulai dari kalangan
pejabat, Kiai, ustadz, pelajar, musisi, sampai rakyat jelata. Mereka biasanya
hanya mengikuti pengajian rutin yang digelar pada setiap Ahad pagi. Adapun
jumlah mereka, mencapai 3.000 orang. Sedangkan menurut keterangan santri
pertama Kiai Bakar, untuk saat ini santri pecandu, gila, mantan perampok, anak
jalanan, hamil di luar nikah dan mantan napi berjumlah total 70 orang. Jumlah
tersebut diperoleh dari jumlah jatah makan santri setiap hari.
Riwayat
Hidup K.H. Abu Bakar Kholil
Nama lengkap beliau adalah K.H. Abu
Bakar Kholil, nama Kholil di belakang nama diambil dari nama belakang Ayah beliau.
Sosok Kiai karismatik dan bersahaja ini terlahir dari pasangan K.H. Muhammad
Kholil dan Ibu Nyai Hj. Ummi Kultsum pada sekitar tahun 1965. Kedua orangtua beliau
adalah pendatang yang bukan asli penduduk Rejoso. Ayah beliau berasal dari Kecamatan
Kebon Candi. Beliau adalah putra terakhir dari 13 bersaudara. Namun, ada yang
meninggal karena keguguran sejumlah 6 orang.
Di kehidupan masa kecilnya beliau sudah
terlihat kewaliannya. Menurut penuturan kakak kandung beliau, K.H. Muhammad
Sa’id, sosok yang dipanggil acang oleh keponakannya itu sama sekali
tidak memiliki rasa dendam di dalam hatinya.
Tentang riwayat pendidikan Kiai
nyentrik yang akrab dipanggil Mas Bakar oleh santrinya, salah satu jama’ah
pengajian mengatakan, “Ketika kecil beliau bersekolah di SDN Rejoso, kemudian melanjutkan
ke Pondok Pesantren Salafiyah yang diasuh Kiai Abdul Hamid bin Abdullah.”
Hal tersebut diperkuat oleh keterangan
Kakak beliau, Kiai Sa’id yang mengatakan,
“Dulu
adik mondok di Kiai Hamid, aba saya juga mondok di Yai Hamid, saya sendiri juga
mondok di sana, adik dititipkan ke saya. Sewaktu dapat satu atau dua malam
gitu, aba dipanggil oleh Yai, ‘Mad Kholil Kamu berniat memondokkan Bakar, saya
terima tapi, Bakar saya titipkan mbah Nuriyah.’ mbah Nuriyah itu istrinya Yai
Ma’shum Lasem. Sebab apa? Kata Yai Hamid, ‘saya bermimpi bertemu Kanjeng Nabi
hanya tiga kali, sedangkan mbah Nuriyah sudah 27 kali. Ya akhirnya adik
dipondokkan di sana.”
Kiai
Bakar menimba ilmu di Pondok Pesantren Al-Hidayah Lasem selama kurang lebih 5
tahun. Dan di sana selain bertugas memenuhi kebutuhan ndalem dan membantu
mencucikan pakaian keluarga ndalem, beliau juga dipercaya mengajar Al-Qur’an
tartil untuk remaja tingkatan SMA sederajat.
Dan dari
pernikahannya dengan Hj. Luthfiah, K.H. Abu Bakar Kholil dikaruniai 7 orang putra,
5 perempuan dan 2 laki-laki serta 1 orang anak yang masih dalam kandungan.
Manajemen
Dakwah K.H. Abu Bakar Kholil
a.
Pengajian Rutin Ahad Pagi
Pengajian ini diselenggarakan
pada setiap Ahad pagi di aula Pesantren yang letaknya berjarak sekitar 150 m
dari gapura Pesantren. Pengajian tersebut berlangsung dari pukul 07.00 s/d
08.30 WIB. Adapun agenda pengajiannya, yaitu:
1)
Bacaan Shalawat Nabi Muhammad SAW (diba’iyah)
dengan iringan tabuhan rebana.
2)
Bacaan ayat
suci Al-Qur’an (surat
Yaasin, surat al-Waqi'ah, surat al-Mulk)
3)
Bacaan do’a barokah al-Fatihah.
Biasanya para jama’ah menuliskan do’a pada kertas, dikumpulkan dan setelah itu
dibaca oleh Kiai Bakar lalu kemudian membaca al-Fatihah bersama-sama.
4)
Mauidhotul Khasanah.
5)
Bacaan Tahlil.
6)
Do’a (penutup).
b.
Pembangunan Gedung Bercorak Seni
Selain pengajian, arsitektur Gedung
atau bangunan Pesantren juga memiliki peran dalam proses dakwah Kiai Bakar.
Dengan arsitekturnya yang bercorak seni dan unik membuat para jama’ah atau
santri betah di Pesantren. Sesuai dengan lambangnya, maka di gerbang Pondok
Metal baru berdiri tegak sebuah papan baliho dengan tulisan terbuat dari banner,
berukuran sekitar 1 x 2 m. Dan gamabar yang ada di baliho tersebut adalah gambar
tiga jari metal. Begitu pula dengan pondok lama, bedanya di sana tertulis Café
Metal. Karena memang lokasi pondok yang sebenarnya akan dijadikan café itu masih
tetap didesain berbentuk café (menyediakan kopi dan rokok) meski sudah
dijadikan pesantren tempat santri bermukim. Dindingnya yang berbentuk wajik bercat
hitam putih dihias dengan beberapa gitar listrik. Dan selama lima generasi,
café tersebut sangat ramai dikunjungi pemuda. Pengunjung juga diperbolehkan
memainkan gitar sesuka hati, baik itu gitar milik pesantren atau gitar pribadi.
Untuk gedung Pondok baru yang dibangun
diatas tanah seluas 9,5 ha didesain dengan unik pula. Kiai membedakan lokasi
untuk santri-santri sesuai dengan jenisnya. Ada pemisahan antara santri putra
dan putri. Beliau juga melakukan pemisahan antara santri orang gila, wanita hamil
pranikah, bayi, pecandu narkoba dan lainnya. Bangunan asramanya dibentuk
seperti komplek perumahan. Corak catnya dibuat seragam, berbentuk wajik hitam krem
dan berhias lafadz ‘Allahu Jalla Jalaluh’ dan ‘Muhammadur
Rosullullah’ di setiap wajik berwarna krem. Sedangkan Aula tempat pengajian
rutin berlangsung, sekelilingnya dihiasi dengan pohon-pohon mangga yang jika
kita berada di sana maka, kita seakan sedang berada di kebun mangga.
Pembangunan gedung Pesantren tersebut tidak monoton. Sebab
berdasarkan informasi yang peneliti peroleh, Kiai seringkali merubah arsitektur
bangunan sesuai kehendak hati beliau. Kakak kandung Kiai Bakar mengatakan,“Saya
juga tidak tahu apa yang dimaksud adik merombak bangunan yang sudah bagus dan
menghabiskan biaya banyak tersebut. Yang jelas saya yakin setiap tindakannya
itu selalu mendapat petunjuk. Soalnya saya pernah mendapat pesan dari guru saya
mbah Hamid, yang juga gurunya adik sebelum beliau wafat. Kata beliau saya harus
ikut saja apa yang adik lakukan.”
Sebagai contoh gerbang Pesantren, berdasarkan foto yang
diabadikan pada tahun 2009, gerbang tersebut masih berbentuk gapura dari semen
dengan patung tiga jari tangan metal dan diapit oleh 2 batang pohon terbuat
semen. Dan di salah satu batang pohon tersebut berdiri sebuah ruangan dari
kayu, seperti semacam tempat berteduh di atas pohon.
c.
Memelihara Hewan Buas
Selain arsitektur bangunannya yang
unik, ada hal unik lain yang dapat kita temui di Pesantren Metal. Di lingkungan
Pesantren terdapat berbagai jenis hewan mulai dari hewan ternak hingga hewan buas
dan langka. Ada harimau yang diberi nama Ali, macan tutul, orang utan yang
diberi nama Aziz, burung merak, ular, kijang, gagak, ayam kalkun, lutung monyet
dan bahkan hewan yang diharamkan oleh agama Islam seperti babi. Mereka diletakkan
dalam kandang terbuat dari besi. Sedangkan makanan untuk harimau dan macan
tutul biasanya Kiai memberi mereka daging dan ayam.
Awalnya, berdasarkan keterangan Kiai
Sa’id, keberadaan hewan tersebut dikarenakan kegemaran Kiai Bakar dalam
memelihara binatang. Selain itu menurut Kiai Bakar, binatang-binatang tersebut
bisa dijadikan hiburan bagi jama’ah yang ikut pengajian pada hari Ahad pagi. Namun,
ternyata keberadaan hewan tersebut punya pengaruh langsung dan tak langsung
terhadap perkembangan pemulihan kesehatan mental orang gila. Berikut penuturan
Kiai Bakar, ”Kami punya pengalaman soal ini. Pernah ada orang gila di Pondok
ini tak mampu ngomong, ya kayak orang bisu. Tiba-tiba dia dipanjati kera dan
langsung menjerit-jerit minta tolong. Mungkin ini semua pertolongan Allah
dengan perantaraan kera.”
Persoalan pemeliharaan babi yang sempat
membuat geger ulama’ se Jawa Timur, berikut cerita Khusairi, seorang tukang
pijat pribadi yang konon sudah 10 tahun mengabdi di Metal. Dia bilang beberapa
tahun lalu ada seorang non muslim memelihara babi yang jinak sehingga seringkali
si majikan mengajaknya pergi ke pasar. Akibatnya, apapun yang tersentuh oleh
badan babi itu sendiri menjadi najis. Berita ini di dengar oleh Kyai Metal,
kemudian beliau mengutus santrinya untuk menemui si empunya babi, agar mau
menjualnya. Alhasil, babi itu boleh di beli oleh Kyai Metal, dan langsung di
bawa ke pondok Metal. Menurut Kiai Metal yang haram itu kalo makan babi, tapi
kalau hanya memelihara, tidak haram, demikian sanggahan beliau atas
protes-protes yang dilancarkan kepadanya. Toh, Bagaimanapun juga hal ini
dilakukan untuk mencegah menyebarnya najis dilingkungan pasar. Resikonya? Kalo
babi itu kebetulan lepas dari kandang, maka santri-santri putra harus ekstra
kerja keras menangkap, sesudah itu dapat upah adus lendut alias mandi
lumpur untuk menghilangkan najisnya.
d.
Memberikan Contoh Teladan
Sebagai sosok panutan masyarakat dan santri-santrinya, Kiai
Bakar tidak hanya memberikan ceramah atau mauidlah hasanah saja tapi memberikan
contoh dengan perbuatannya sehari-hari. Jika suatu saat Kiai berceramah tentang
keutamaan sedekah maka, Kiai juga memberikan contoh bersedekah kepada jama’ah
dan santrinya. Setiap pengajian usai, ketika Kiai sedang open hause untuk
tamu-tamu yang ingin bertemu beliau, beliau selalu menyediakan makanan. Sebagai
contoh dari perbuatan tidak menyia-nyiakan makanan, Kiai selalu bertindak tegas
pada setiap orang yang tidak mau menghabiskan makanan yang sudah disuguhkan
Kiai. Dan tidak hanya itu, beliau dan istri beliau juga sering memberi uang
pada orang yang membutuhkan.
Selain gemar bersedekah Kiai juga
berulangkali memberangkatkan haji santri-santrinya. Saat ini sudah ada 4 orang
santri yang telah berangkat menunaikan ibadah haji bersama beliau. Diantaranya
adalah, H. Jazuli, H. Sholeh, H. Rosyidin dan H. Imam.
Tentang sikap terhadap sesama makhluq
Allah, Kiai mencontohkan dengan sikap beliau yang tidak membeda-bedakan strata
dan jabatan seseorang. Beliau tidak membedakan perlakuan beliau pada seorang
Bupati atau pande besi. Beliau selalu terbuka pada siapapun, tak peduli
keluarga atau bukan. Beliau justru mengistimewakan orang-orang tidak mampu dan
membutuhkan seperti orang gila daripada orang-orang bertitel. Sedangkan
terhadap pelacur atau non muslim sekalipun tidak lantas beliau menolak
kedatangan mereka ketika ingin menemui Kiai. Beliau justru menerima dan memperlakukan
mereka dengan baik.
e.
Mendo’akan Mad’u
Ketika ditanya tentang proses
penyembuhan santri-santri beliau yang mengidap patologi sosial, beliau selalu
menjawab tidak menggunakan do’a khusus. Namun, menurut keterangan beberapa informasi
yang peneliti dapatkan mengatakan bahwa Kiai Bakar adalah Kiai yang terkenal
dengan kemanjuran do’anya. Berikut penuturan Neng Faridah, istri keponakan
Kiai, “Itu mungkin yang dinamakan karomah ya mbak..!Meski do’anya tidak panjang
tapi, manjur mbak…! Itu katanya orang-orang yang pernah ke sini. Kalau shalat
tarawih saja cepat sekali, 10-15 menit selesai, tapi meski begitu jama’ahnya
banyak sekali. Kalau shalat juga tidak pernah mang-mang. La biasanya kan kalau
anak pondok selalu menjaga kesucian pakaian dan tempat shalat, Ya. Kalau acang
tidak, beliau tidak pernah mang-mang.”
Ketika ditemui Al-fikrah,
memang banyak sekali orang-orang dari berbagai daerah yang meminta do’a kepada
Kiai Bakar. Ada yang meminta do’a agar lulus ujian, mendapat rangking satu,
mendapat rizqi yang halal dan sembuh dari penyakit. Saat itu Kiai Bakar sedang
mengecup dahi seorang anak yang kata ibunya menderita sebuah penyakit yang tak
kunjung sembuh. Selain mengecupnya, beliau juga mengucapkan kalimat, ‘Wes
Insya Allah waras.” Kemudian disertai bacaan shalawat ”Allahummasholli’ala
sayyidina Muhammad”. Meski kata orang do’a beliau manjur, tapi dalam
prosesnya beliau tidak pernah berlama-lama dalam berdo’a.
Adapun
berdasarkan keterangan Kiai secara langsung dalam pengajian,“ Tarawih nggak
usah lama-lama, 10 tarawih dan 2 witir aja, setelah itu jama’ah yang ikut
tarawih dimasakkan mie dan kopi. Lumayan sing enom-enom male melok
tarawih soale abot ambek mie-ne. Gak popo, gak oleh tarawihe oleh mie-ne, ngono
jarene (Lumayan yang muda-muda jadi ikut tarawih karena ingin makan mie. Ya
tidak apa-apa, nggak dapat pahala tarawihnya, dapat mie-nya, begitu katanya)”
f. Menyediakan Lapangan Pekerjaan
Setiap hari Ahad
pagi mulai pukul 06.00-10.00 WIB Kiai memberi izin masyarakat untuk melakukan
niaga. Sepanjang 150 m mulai dari gerbang Pesantren sampai tempat pengajian
kita akan menemukan banyak pedagang dengan beragam barang jualan. Pedagang-pedagang
tersebut datang dari berbagai daerah luar Desa Rejoso. Dan layaknya toserba,
pasar tersebut menyediakan bermacam-macam barang. Ada sembako, bumbu dapur,
rempah-rempah, mainan anak-anak, sayur mayur, buku dll. Pasar ini dinamakan
Pasar Gebyar Pagi. Kebanyakan dari mereka percaya dan membuktikan bahwa setelah
berjualan di pasar tersebut maka, akan banyak keuntungan yang mereka peroleh.
Selain itu Kiai juga memberikan kesempatan
santri-santrinya untuk mengisi waktu luang mereka dengan bekerja. Mereka ada
yang berprofesi sebagai buruh bangunan, koki Pesantren, satpam serta juru
parkir. Dan sebagaimana layaknya pekerja, mereka juga mendapatkan gaji dari
Kiai, biasanya Rp.100.000,00 per hari, disesuaikan dengan berat pekerjaan
mereka.
g.
Ceramah Keliling
Selain memberikan nasehat dan ilmu di
Pesantren, Kiai Bakar juga melakukan safari dakwah atau ceramah keliling. Beliau
biasanya menyebarkan ajaran Rosulullah SAW melalui ceramah sampai ke luar kota
seperti, Gresik, Jepara, Rembang dan Lumajang.
h.
Olahraga dan Seni
Penampilan beliau sangat berbeda dengan
kebanyakan Kiai besar yang selalu memakai imamah di kepala. Beliau suka
memakai baju lengan panjang selutut, levis dan surban panjang selutut. Dan jika
menengok masa mudanya, beliau sangat gemar sekali berolahraga. Beliau membentuk tim-tim tangguh dan
membuatkan seragam untuk olahraga sepakbola, badminton dan voley. Dengan
begitu, sosok Kiai nyentrik ini bisa dekat dan akrab dengan kebanyakan pemuda.
Dan selain olahraga, beliau juga mencintai seni. Hal ini dibuktikan dengan
keakraban Beliau dengan musisi Indonesia seperti Iwan Fals.(titah)
1 komentar:
mantaabbb..
Posting Komentar