Dari : Kak Mandaru, pengarang novel epos Babad Syekh
Siti Jenar
Rabu, 29 Desember 2010
Waalaikum salam. Senang; salam ukuwah ini,
mudah-mudahan apa yang sudah saya suguhkan melalui bacaan novel epos, bisa
bermanfaat bagi semua pembaca. Tujuannya tidak lain, untuk memeriahkan
bacaan-bacaan religi yang menurutku bermanfaat bagi yang memerlukan. Tegas
kukatakan, itu novel imajinasi yang semua alurnya murni fiksi; tidak ada dalam
ranah sejarah, cuma settingnya saya seret dalam dunia msa lalu, agar kisahnya
lebih mengena sesuai dengan tokoh dan misi yang kuangkat.
Mengenai biografi al-hallaj, jujur kukatakan saya kurang
mengetahui, jutru saya dapat pengetahuan nih, mengenai al-hallaj orang nasrani.
Namun demikian, menarik untuk kusampaikan, bahwa semua agama didasarkan pada
satu kepercayaan tentang adanya tuhan. Tetapi kepercayaan tentang tuhan dari
masing-masing agama mempunyai akidah yang berbeda walau nilai doktrinernya
tentang tuhan itu sama. Artinya dari masing-masing agama mempunyai cara pandang
yang berbeda mengenai akidah tuhan, tetapi mempunyai persamaan pengakuan; bahwa
ada zat tertinggi yakni tuhan yang mengatur alam raya ini semisal orang-orang
yunani kuno. Mereka menganut paham politeisme (keyakinan banyak tuhan), seperti
misalnya; bintang adalah tuhan atau dalam kata lain adalah dewa, venus adalah
tuhan dewa kecantikan, mars adalah tuhan dewa peperangan, dan minerva adalah
tuhan kekayaan. Masih ada tuhan yang lain, yang menurut kepercayaanya sebagai
tuhan yang paling besar, yakni tuhan apollo atau dewa matahari.
Demikian halnya dengan agama hindu yang mempercayai adanya banyak tuhan. Keyakinan ini tercermin dalam dongeng atau cerita mahabarata, yang mungkin kita sendiri hafal tokoh-tokoh dalam hikayat tersebut. Begitupun dengan agama kristen yang mempercayai akidah adanya tiga tuhan; tuhan bapak, tuhan ibu dan tuhan anak. Menurut kepercayaanya; bahwa tuhan bapak adalah allah, tuhan ibu adalah bunda maryam, kemudian tuhan anak adalah isa almasih yang berhasil disalib untuk menebus dosa asal. Juga ada lagi yang mempunyai akidah tentang tuhan—khususnya di masyarakat
Demikian pula dalam ajaran al-hallaj,dia juga memiliki
kercayaan yang sama, namun tidak sama akidahnya. Saya juga kurang sependapat
jika al-hallaj itu orang islam, cuma dalam islam jika sudah sampai pada tingkat
tertentu, akan mengalami puncak dari ritual, sehingga sebagaimana dzikir imam
ali: laa ila ha ila ana [tiada tuhan selain aku] itu sebagai wujud sangat
dekatnya antara manusai dengan allah. Lain dengan dzikir laa ila ha ila anta:
tiada tuhan selain engkau, masih menggunakan kata kedua dari nama. Puncak dari
dzikir bisa kita terapkan secara pribadi, namun tidak bisa dijadikan ajaran,
karena ini sebuah pengalaman dari puncak ritual. Jadi ringkasnya apa yang
dijakini al-hallaj bukan mengatasnamakan--dari agama mana tapi hanya pengalaman
pribadi yang tidak bisa dijadikan sebagai ajaran. Demikian pun syeh siti jenar,
itu bukan ajaran tapi sebuah pengalaman pribadi yang tidak bisa dijadikan
sebagai tuntunan. Sebab pasti, akan ada masalah besar, jika salah dalam
pengamalannya. Ini misi novel epos itu. Mudah-mudahan bisa dimengerti. Sekiali
lagi itu nvl imajinasi yang murni fiksi. Terus mengenai senyum al-hallaj, dalam
cerita; itu senyum heran: kok bisa pengalamanku direduksi dijadikan sebagai
ajaran mistik.
Sekian.
Salam untuk teman-teman antum: wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar