Saat kereta jawa bertudung lambang keberanian dan kesucian itu membawa Bapak, pergi jauh entah kemana. Yang jelas pengiring–pengiring itu akan mengantar Bapak menghadap Keluhuran Dzat yang sama-sama kita cintai. Saat itu juga, aku baru sadar kalau Bapak benar-benar telah menitipkan Indonesia untukku, walau ku tak yakin mampu mengemban amanah itu. Seandainya Bapak tahu, kantong mata ini menggelembung karena tangis, tangis yang tak dibuat-buat, tangis yang tiba-tiba saja membanjiri ruang bawah sadarku.
Bapak, kenapa Bapak tak bilang-bilang dulu kalau mau hijrah jauh, mungkin saja aku ingin dibawakan oleh-oleh. Atau mungkin Bapak masih belum kenal aku? Ah, semoga Bapak masih ingat siapa aku.
Bapak, satu kalimat sakti yang akan selalu kuingat sampai kelak esok aku bisa menjengukmu "Gitu aja kok repot". Ya, kalimat itu Bapak. Bapak masih ingatkah kalimat itu? Sudah lupakah Bapak pada kalimat itu? Jangan Bapak! Mungkin saja Malaikat Ridwan masih butuh kalimat itu keluar dari bibir Bapak.
Ah Bapak, kenapa Bapak tak memberi kesempatan padaku untuk menghirup angin surga dari telapak tangan Bapak walau hanya dalam mimpi, dalam mimpi Bapak. Apakah aku terlalu sulit untuk masuk ke hati Bapak bahkan sampai ketika pengawal Dzat Luhur menjemput Bapak? Tapi tak apalah Bapak, aku tetap bahagia karena aku yakin Bapak bahagia bertemu kekasih Bapak. Aku Bahagia, aku bangga, ternyata Bapak telah berhasil membuat para perangkat Negara menggelarkan karpet merah untuk Bapak.
Bapak…….ini untukmu. Semoga Bapak mendengarku. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar