Setelah
gerakan radikal pejuang ISIS[2] meresahkan dunia tahun 2014, pada tahun yang sama, Indonesia juga mendapat problem
serupa dengan munculnya gerakan pejuang NII[3] yang menebar teror-teror.
13 Agustus 2014. Ba’da Maghrib. Interior
surau.
Suara orang
melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an di surau-surau. Merdu dan menenangkan
jiwa. Syekh Sulaiman
duduk menghadap santrinya setelah usai mendirikan sholat maghrib. Ketujuh
santri di depannya tertunduk. Empat orang laki-laki dan tiga orang perempuan
duduk terpisah. Syekh Sulaiman memulai pembicaraannya,
“Banyak hal
yang bisa kita lakukan untuk mempertebal iman seseorang. Selain keenam rukun
iman yakni iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada Kitab suci,
iman kepada Rosul Allah, iman kepada Hari kiamat serta iman kepada qodlo’ dan
qadar Allah. Ada hal-hal lain yang bisa mencerminkan sosok pribadi dan imannya.
Jaisy mengangkat
tangan, kemudian mulai bicara saat Syekh Sulaiman mempersilahkannya bicara
dengan anggukan lembut,”ngapunten Syekh … lalu bagaimana cara seseorang
mencintai negara?”
Syekh
Sulaiman menjawab penuh wibawa, “banyak cara. Bisa dengan mencintai produk
dalam negeri, baik seni, budaya sampai barang-barang hasil karya penduduk
pribumi. Mencintai negara bisa dengan menjujunjung tinggi nilai-nilai pancasila
dan UUD 1945.”
Safinah
terlihat mengangkat tangan,”Apa pendapat syekh tentang agama dan negara. Mana
di antara keduanya yang harus dibela?”
“Agama dan
Negara adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya mempunyai kedudukan
yang sama untuk dibela. Di dalam pancasila nomer satu, isinya ketuhanan yang
Maha Esa. Ini merupakan bukti bahwa negara kita Indonesia tidak akan bisa
dipisahkan dengan agama.” Terang Syekh Sulaiman.
“Kalau kita
dipaksa memilih salah satu dari agama dan negara? Apa yang harus kita pilih
syekh?” tanya Adam tak mau kalah.
Syekh
Sulaiman tersenyum menjawab, “misalkan saja Ibu dan Ayah yang sama-sama kalian
cintai sedang terancam nyawanya. Bisakah kalian dipaksa memilih salah satu di
antara ibu dan ayah kalian?.”
Adam, Arju, Jaisy, Hamid, Safinah, Harum dan Hanifah
menjawab bersamaan, ‘’Tidak Syekh … !’’
‘’Bagus!
Berarti kalian tidak bisa juga memilih salah satu antara agama dan negara.
Kalian harus membela dan mempertahankan mereka sampai titik darah penghabisan.
Negara bagikan ibu kalian dan agama bagaikan ayah kalian. Faham!’’Adam, Arju, Jaisy, Hamid,
Safinah, Harum dan Hanifah kembali menjawab bersamaan ’’Faham syekh … !’’
Syekh Sulaiman
mengambil bendera
merah putih di atas meja di sampingnya.
“Bendera ini
adalah lambang kekokohan, keberanian dan kesucian negara kita, Indonesia.
Hamid, kau sebagai yang tertua dan paling bijak di antara adik-adik
seperguruanmu, aku titipkan bendera ini padamu. Bersama adik-adikmu, jaga
bendera ini dengan segenap jiwa dan ragamu. Berjanjilah padaku.’’ Hamid menerima bendera dari syekh dengan ta’dhim dan
memasukkannya ke dalam tas. ‘’Inggeh, Syekh … ! InsyaAllah !’’
Tiba-tiba 5 orang berpakaian hitam-hitam bercadar dan
membawa bendera hitam bertuliskan NII menyerang surau. Masing-masing dari mereka
membawa pedang. Mereka mengepung surau. Dua orang di antaranya mengacungkan
pedang ke arah leher Syekh Sulaiman. ‘’Kau harus ikut denga kami Syekh …!. Adam,
Arju, Jaisy, Hamid, Safinah, Harum dan Hanifah berteriak bersamaan sambil
menangis, ‘’Jangan sakiti syekh … !’’
Syekh Sulaiman berpesan dengan suara tenang, ‘’Hamid
… ! Jaga Ayah, Ibu serta lambangnya.’’ Arju menangis, bersujud menyentuh
kaki tentara NII, ’’Jangan bawa Hadrotus Syekh … ! Jangan bawa Hadrotus
Syekh … ! Saya ikut dengan Hadrotus Syekh … !’’
Tentara NII membawa Syekh Sulaiman dan Arju ke markasnya.
Adam, Jaisy, Hamid, Safinah, Harum dan Hanifah menangis sambil memeluk satu
sama lain sambil menyebut Hadrotus Syekh. Hanifah teringat peristiwa
penangkapan K.H. Hasyim Asy ‘ari oleh tentara Jepang. Kejadiannya hampir
sama.
.....
14 Agustus 2014. Siang. Interior markas NII.
Syekh Sulaiman dan Adam dipaksa masuk ruangan dan duduk
berlutut menghadap John Xena, pimpinan tentara NII.
‘’Syekh Sulaiman … ! Menyerah sajalah kau, dan tanda
tangani ini. Kau akan mendapatkan untung besar. Dengan dalih jihad ini mari
sama-sama kita rebut kursi kepresidenan. Saya berjanji, setelah menguasai
Indonesia, saya akan memberikan harta yang berlimpah agar kau bisa membangun
pondok pesantren yang sangat besar.’’
Syekh Sulaiman berujar tenang, ’’Maaf, hal yang anda
sebutkan tadi sama sekali tidak ada dalam agama saya. Agama saya melarang hal
itu. Agama Islam tidak menyukai kekerasan. Agama Islam adalah agama yang cinta
damai. Saya tidak mau menghianati negara ini dengan menjadikan agamaku sebagai
kambing hitam! Kenapa orang kafir sepertimu tidak pernah merasa puas dengan apa
yang kau miliki sendiri?’’
John Xena marah. ‘’Kalau begitu, bersiap-siaplah melihat
kehancuran agama dan negaramu. Saya dan orang-orang saya akan membuat
huru-hara, mengebom gereja, menyerukan kata-kata jihad palsu. Sedangkan kau
serta santri-santrimu yang akan menerima permusuhan dengan TNI. Kau dan
santri-santrimu akan dituduh sebagai teroris oleh negaramu sendiri. Kami yang
memakan nangka dan kau yang akan menikmati getahnya. Kami yang membuat ulah dan
kau yang akan menerima akibatnya.’’
‘’Saya dan teman-teman santri tidak akan membiarkan hal
itu terjadi. Teman-teman saya akan bisa mengatasi semua ini dengan pertolongan
Allah tanpa harus memilih antara agama dan negara. Kami akan berjuang
mempertahankan agama dan negara kami dari orang kafir dan tukang fitnah
sepertimu.’’ Ujar Adam mantap.
‘’Kurang ajar … ! prajurit … ! Siksa mereka
sampai mereka mau menandatangani surat kerja sama itu !’’ John Xena
terlihat sangat marah kemudian keluar ruangan. ‘’Siap … !’’ Syekh Sulaiman
dan Adam diikat dan disiksa habis-habisan. Mereka menjerit mengucapkan lafadz
Allah.
.....
14 Agustus 2014. Ba’da Maghrib. Interior Surau.
Wajah santri-santri tampak muram, mata mereka
mengeluarkan air mata. ‘’Ini tidak bisa dibiarkan. Hadrotus Syekh harus diselamatkan.’’
Harum memulai pembicaraan. ‘’Tapi bagaimana caranya ? Tentara hitam-hitam
yang menculik Hadrotus Syekh kemarin pasti bukan orang biasa.’’ Hanifah
mengerutkan kening menatap Harum.
Arju menambahkan, ’’Itu tentara NII, Negara Islam
Indonesia, mereka mungkin akan membuat fitnah pada Islam dengan
menggembar-gemborkan kata-kata jihad atas nama islam. Tapi, semua itu untuk
kepentingan mereka sendiri. Mereka mengadu domba agama Islam dan Negara
Indonesia. Pasukan mereka adalah ninja-ninja terlatih.’’ ‘’Aku jadi teringat
pesan terakhir Syekh Sulaiman.’’ Jaisy bergumam. Hamid menambahkan ’’Hamid
… ! Jaga Ayah, Ibu serta lambangnya.’’ ’’Ya benar itu kak … ! Tapi,
apa artinya ?’’
Hamid mengeluarkan bendera merah putih dari tasnya,’’Apa
kalian ingat apa yang diajarkan hadrotus Syekh kemarin ? Agama adalah
ayah, Negara adalah Ibu dan lambangnya adalah bendera ini.’’
Safinah bertanya, ’’Berarti bagaimanapun caranya kita
harus menyelamatkan agama, negara dan bendera merah putih ini.’’
Hamid mengambil silet dari tasnya dan menyobek bendera
menjadi dua. Merah dan putih. Harum, Jaisy, Hanifah, Safinah dan Arju
terperangah melihat perbuatan Hamid. ‘’Apa yang kakak lakukan ?’’
‘’Untuk menyelamatkan bendera ini dari para tentara NII
itu, kita harus membaginya menjadi dua. Aku dengar tentara NII telah membakar
bendera-bendera merah putih milik penduduk dan menyebar fitnah atas agama
Islam. Hanifah, aku tugaskan kau membawa setengah bendera yang berwarna putih
ini, Kau harus berjanji padaku untuk menjaga kesucian bendera ini dan kesucian
perempuan-perempuan di negara kita. Aku akan membawa setengah bendera berwarna
merah ini sebagai lambang keberanian pemuda Indonesia.’’
Tiba-tiba pasukan Tentara Nasional Indonesia dengan
lambang merah putih di lengan kanan dan kepalanya masuk dipimpin Komantan Gatot
menyerang surau. ‘’Jangan bergerak ! Kalian ditangkap atas tuduhan telah
menjadi teroris dan pengikut Syekh Sulaiman.’’
Jaisy berteriak, ‘’Pak… ! Ini fitnah kami bukan
teroris.’’
’’Tapi, kami melihat kalian menyobek bendera merah putih
itu.’’ ’’Anda telah salah sangka pada kami.’’
Tiba-tiba seorang ninja, pasukan NII, menerobos masuk dan
menculik Hamid. Terdengar bunyi senjata. Terjadi baku tembak. Ninja tersebut
berhasil menculik Hamid. Dan para pasukan TNI menangkap Jaisy dan
teman-temannya.
.....
15 Agustus 2014. Siang. Interior. Markas NII.
Syekh Sulaiman, Adam dan Hamid dalam keadaan terikat.
Hamid masih pingsan. ‘’Hamid, bangun Hamid…!’’ Adam mencoba menyadarkan Hamid.
Hamid siuman, ‘’Adam … ! Dimana ini?’’ ‘’Kita berada di markas NII.’’
‘’Hadrotus Syekh… ! Bagaimana keadaaan hadrotus Syekh?’’
‘’Alhamdulillah, saya baik-baik saja Mid… !
Bagaimana keadaan surau ?’’
Hamid terlihat sedih,’’Syekh, maafkan saya, saya tidak
bisa menjaga adik-adik seperguruan saya. Mereka ditangkap pasukan Tentara
Nasional Indonesia atas tuduhan teroris.’’
Syekh Sulaiman,’’Astaghfirullahal adzim… ! Kau harus
kabur dari sini dan selamatkan mereka !’’ Tiba-tiba Hamid teringat
sesuatu, ‘’Adam … ! tolong ambilkan silet di saku celanaku dan potong
tali yang mengikat tanganku… !’’
Adam mengambil silet di saku celana Hamid dan memotong
tali yang mengikat Hamid. Setelah tali yang mengikat tangan Hamid terpotong,
Hamid mendekati Syekh akan memotong talinya.
Syekh sulaiman mencegah,’’Tidak Hamid, akan sangat sulit
melarikan diri jika kau membawaku. Kau harus pergi sendiri.’’
‘’Tapi, Syekh … !’’ ‘’Hamid, kau tak perlu khawatir,
Aku akan menjaga Hadrotus Syekh.’’ Ujar Adam meyakinkan.
Hamid meneteskan airmata, ‘’Baiklah, tolong jaga hadrotus
Syekh, Aku akan segera kembali dengan membawa bantuan untuk menyelamatkan
kalian. Saya mohon do’a restu Syeikh!’’ ‘’Pergilah nak …! Semoga Allah
bersamamu!’’‘’Assalamu’alaikum!’’ ‘’Wa’alaikum salam !’’
Hamid Pergi meninggalkan Syekh Sulaiman dan Adam.
.....
15 Agustus 2014. Siang. Interior Markas TNI.
Arju, Jaisy, Hanifah, Safinah, Harum duduk di kursi
introgasi dengan masing-masing satu pengawal TNI. Komandan Gatot membuka proses
introgasi. ’’Katakan yang sejujurnya!’’ Arju yang menjadi juru bicara berdebat
dengan Komandan Gatot,‘’Demi Allah, kami bukan teroris pak !’’
‘’Banyak bukti dan saksi yang mengarah kepada Syekh
Sulaiman dan kalian adalah pengikutnya. Bahkan tadi komplotan kalian dari NII
menyelamatkan salah satu teman kalian.’’
‘’Kami memang
santri Syekh Sulaiman tapi, Kami bukan bagian dari mereka. Tapi, guru kami
tidak pernah mengajarkan perbuatan untuk melawan Negara.’’ ‘’Pak, guru kami
mengajarkan kami bagaimana mencintai negara ! Bukan jihad yang
salah !’’
‘’Lalu, apa alasan kalian merobek bendera merah putih’’
‘’Itu karena Kak Hamid, kakak seperguruan kami
mendapatkan tugas dari guru kami untuk menyelamatkan bendera merah putih ini.
Ini buktinya. Kak Hamid memberiku tugas membawa potongan bendera berwarna putih
ini. Dan potongan bendera yang berwarna merah dibawa olehnya.’’
‘’Misi penyelamatan macam apa ini ? Merobek
bendera ?’’
‘’Kami takut, bendera merah putih ini dibakar oleh
tentara NII seperti yang telah mereka lakukan kepada bendera merah putih milik
penduduk.’’ Hamid tiba-tiba datang dikawal oleh satu orang TNI
‘’Lapor Komandan, pemuda ini membawa potongan kain
berwarna merah di tasnya. Dia memaksa ingin bertemu komandan !’’
Hamid berusaha meyakinkan Komandan Gatot.
‘’Komandan ! percayalah pada kami ! Kami dan guru Kami bukan teroris.
Kami mencintai agama dan Negara kami. ‘’ ‘’Lalu kenapa kemarin kau kabur dengan
ninja itu ?’’
‘’Saya tidak kabur Komandan ! Tetapi diculik !
Hadrotus Syekh dan Teman kami, Adam juga diculik! Di sana kami disiksa,
Saya kemari diperintahkan oleh Hadrotus Syekh untuk menyelamatkan negara,
agama, bendera merah putih ini dan teman-teman. Tolong percayalah
padaku !’’ ‘’Bagimana saya bisa percaya padamu ?’’ ‘’Demi Allah,
komandan berhak menghukum mati saya jika saya berbohong ! Saya bisa
menunjukkan dimana markas NII.’’
‘’Baiklah kalau begitu, Kita akan melakukan serangan
besok. Semoga saja kepercayaanku pada kalian ini tidak salah ! Yang
laki-laki di antara kalian ikut dengan kami sedangkan yang perempuan tetap di
sini.’’ Hanifah, Harum dan Safinah mengangguk dikuti oleh Arju, Jaisy dan
Hamid.
.....
16 Agustus 2014. Siang. Interior. Markas NII.
Hamid, Arju, Jaisy, 20 pasukan TNI dan Komandan Gatot
menyerang markas NII. Terjadi perang yang dahsyat. Hamid menyelamatkan Syekh
Sulaiman dan Adam. Mereka ikut berperang. Lafadz takbir berkali-kali terdengar
menggema di udara. Pasukan NII kalah telak, mereka mati berlumur darah. 3
pasukan TNI gugur. Syekh Sulaiman, Adam, Hamid, Arju, Jaisy dan Komandan Gatot
terluka. Pasukan TNI menang. Lafadz takbir kembali menggema di udara. John
Xena melarikan diri dalam keadaan
terluka parah.
.....
16 Agustus 2014. Ba’da Maghrib. Interior surau.
Hanifah memegang kain putih, di sebelahnya berserakan
kotak berisi jarum dan benang. Hamid menghampirinya, ‘’Hanifah, kau berhasil
menjalankan tugasmu yang pertama. Kau benar-benar menjaga potongan bendera
ini.’’
Hanifah tersenyum. Hamid melanjutkan ucapannya sembari
menyerahkan potongan kain merah,’’tugasmu yang kedua adalah menyatukan kembali
dua kain ini menjadi bendera yang utuh. Agar keberanian dan kesucian tidak bisa
dipisahkan lagi.’’ ‘’Aku akan melaksanakan tugas ini dengan sepenuh hati.’’
Hamid tersenyum dan Hanifah mulai menjahit bendera.
.....
17 Agustus 2014. Pagi 10.00 WIB. Exterior lapangan.
Upacara bendera. Komandan Gatot menjadi pemimpin upacara.
Syekh Hanif mendapat kehormatan menjadi pembina upacara.
‘’Kepada Sang Saka Merah Putih … !
Hormaaaaaaaaaaaaaaaaaat … grak !’’ Terdengar suara lantang Komandan Gatot
memecah angkasa. Tiba-tiba ‘’Dor … Dor …’’
John Xena menyerang, menembak Syekh Sulaiman. Terjadi
baku tembak, bendera merah putih tertembak, jatuh, diselamatkan oleh Hamid,
Syekh Sulaiman berlumuran darah, John Xena mati ditembak Komandan Gatot.
Adam, Hanifah, Hamid, Arju, Jaisy, Safinah dan Harum
berteriak bersamaan berlari menuju Syekh Sulaiman, ‘’Hadrotus Syekh
… !’’Syekh Sulaiman terbata berujar, ‘’Hamid … ! Jaga Ayah, Ibu serta
lambangnya.’’Arju memegang tangan Syekh Sulaiman.’’Syekh … ! bertahanlah’’‘’Lailahaillah
Muhammadur Rosulullah !’’Syekh Sulaiman wafat.
Komandan Gatot mengambil bendera dari Hamid, kemudian
berteriak sambil menangis. ‘’Disaksikan oleh lambang keberanian dan kesucian
dari bendera ini, Syekh Sulaiman akan dinyatakan sebagai pahlawan Indonesia.
Allahu Akbar.’’
Suci, Agustus 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar