Selasa, 20 Januari 2015

SERANGAN 17 AGUSTUS[1]


Setelah gerakan radikal pejuang ISIS[2] meresahkan dunia tahun 2014, pada tahun yang sama, Indonesia juga mendapat problem serupa dengan munculnya gerakan pejuang NII[3] yang menebar teror-teror. 
13 Agustus 2014. Ba’da Maghrib. Interior surau.
Suara orang melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an di surau-surau. Merdu dan menenangkan jiwa. Syekh Sulaiman duduk menghadap santrinya setelah usai mendirikan sholat maghrib. Ketujuh santri di depannya tertunduk. Empat orang laki-laki dan tiga orang perempuan duduk terpisah. Syekh Sulaiman memulai pembicaraannya,
“Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mempertebal iman seseorang. Selain keenam rukun iman yakni iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada Kitab suci, iman kepada Rosul Allah, iman kepada Hari kiamat serta iman kepada qodlo’ dan qadar Allah. Ada hal-hal lain yang bisa mencerminkan sosok pribadi dan imannya.
     Hubbul Wathan minal Iman, Mencintai negara adalah sebagian dari iman. Negara bagaikan ibu kandung yang melahirkan, membesarkan dan mendidik kita. Tanah air adalah tempat di mana kita lahir, tumbuh dan mati. Iman seseorang akan dipertanyakan jika Dia tidak berani membela bangsa dan tanah airnya.”
Jaisy mengangkat tangan, kemudian mulai bicara saat Syekh Sulaiman mempersilahkannya bicara dengan anggukan lembut,”ngapunten Syekh … lalu bagaimana cara seseorang mencintai negara?”
Syekh Sulaiman menjawab penuh wibawa, “banyak cara. Bisa dengan mencintai produk dalam negeri, baik seni, budaya sampai barang-barang hasil karya penduduk pribumi. Mencintai negara bisa dengan menjujunjung tinggi nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.”
Safinah terlihat mengangkat tangan,”Apa pendapat syekh tentang agama dan negara. Mana di antara keduanya yang harus dibela?”
“Agama dan Negara adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya mempunyai kedudukan yang sama untuk dibela. Di dalam pancasila nomer satu, isinya ketuhanan yang Maha Esa. Ini merupakan bukti bahwa negara kita Indonesia tidak akan bisa dipisahkan dengan agama.” Terang Syekh Sulaiman.
“Kalau kita dipaksa memilih salah satu dari agama dan negara? Apa yang harus kita pilih syekh?” tanya Adam tak mau kalah.
Syekh Sulaiman tersenyum menjawab, “misalkan saja Ibu dan Ayah yang sama-sama kalian cintai sedang terancam nyawanya. Bisakah kalian dipaksa memilih salah satu di antara ibu dan ayah kalian?.”
Adam, Arju, Jaisy, Hamid, Safinah, Harum dan Hanifah menjawab bersamaan, ‘’Tidak Syekh … !’’
‘’Bagus! Berarti kalian tidak bisa juga memilih salah satu antara agama dan negara. Kalian harus membela dan mempertahankan mereka sampai titik darah penghabisan. Negara bagikan ibu kalian dan agama bagaikan ayah kalian. Faham!’’Adam, Arju, Jaisy, Hamid, Safinah, Harum dan Hanifah kembali menjawab bersamaan ’’Faham syekh … !’’
Syekh Sulaiman mengambil bendera merah putih di atas meja di sampingnya.Bendera ini adalah lambang kekokohan, keberanian dan kesucian negara kita, Indonesia. Hamid, kau sebagai yang tertua dan paling bijak di antara adik-adik seperguruanmu, aku titipkan bendera ini padamu. Bersama adik-adikmu, jaga bendera ini dengan segenap jiwa dan ragamu. Berjanjilah padaku.’’ Hamid menerima bendera dari syekh dengan ta’dhim dan memasukkannya ke dalam tas. ‘’Inggeh, Syekh … ! InsyaAllah !’’
Tiba-tiba 5 orang berpakaian hitam-hitam bercadar dan membawa bendera hitam bertuliskan NII  menyerang surau. Masing-masing dari mereka membawa pedang. Mereka mengepung surau. Dua orang di antaranya mengacungkan pedang ke arah leher Syekh Sulaiman. ‘’Kau harus ikut denga kami Syekh …!. Adam, Arju, Jaisy, Hamid, Safinah, Harum dan Hanifah berteriak bersamaan sambil menangis, ‘’Jangan sakiti syekh … !’’
Syekh Sulaiman berpesan dengan suara tenang, ‘’Hamid … ! Jaga Ayah, Ibu serta lambangnya.’’ Arju menangis, bersujud menyentuh kaki tentara NII, ’’Jangan bawa Hadrotus Syekh … ! Jangan bawa Hadrotus Syekh … ! Saya ikut dengan Hadrotus Syekh … !’’
Tentara NII membawa Syekh Sulaiman dan Arju ke markasnya. Adam, Jaisy, Hamid, Safinah, Harum dan Hanifah menangis sambil memeluk satu sama lain sambil menyebut Hadrotus Syekh. Hanifah teringat peristiwa penangkapan K.H. Hasyim Asy ‘ari oleh tentara Jepang. Kejadiannya hampir sama.
.....
14 Agustus 2014. Siang. Interior markas NII.
Syekh Sulaiman dan Adam dipaksa masuk ruangan dan duduk berlutut menghadap John Xena, pimpinan tentara NII.
‘’Syekh Sulaiman … ! Menyerah sajalah kau, dan tanda tangani ini. Kau akan mendapatkan untung besar. Dengan dalih jihad ini mari sama-sama kita rebut kursi kepresidenan. Saya berjanji, setelah menguasai Indonesia, saya akan memberikan harta yang berlimpah agar kau bisa membangun pondok pesantren yang sangat besar.’’
Syekh Sulaiman berujar tenang, ’’Maaf, hal yang anda sebutkan tadi sama sekali tidak ada dalam agama saya. Agama saya melarang hal itu. Agama Islam tidak menyukai kekerasan. Agama Islam adalah agama yang cinta damai. Saya tidak mau menghianati negara ini dengan menjadikan agamaku sebagai kambing hitam! Kenapa orang kafir sepertimu tidak pernah merasa puas dengan apa yang kau miliki sendiri?’’
John Xena marah. ‘’Kalau begitu, bersiap-siaplah melihat kehancuran agama dan negaramu. Saya dan orang-orang saya akan membuat huru-hara, mengebom gereja, menyerukan kata-kata jihad palsu. Sedangkan kau serta santri-santrimu yang akan menerima permusuhan dengan TNI. Kau dan santri-santrimu akan dituduh sebagai teroris oleh negaramu sendiri. Kami yang memakan nangka dan kau yang akan menikmati getahnya. Kami yang membuat ulah dan kau yang akan menerima akibatnya.’’
‘’Saya dan teman-teman santri tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Teman-teman saya akan bisa mengatasi semua ini dengan pertolongan Allah tanpa harus memilih antara agama dan negara. Kami akan berjuang mempertahankan agama dan negara kami dari orang kafir dan tukang fitnah sepertimu.’’ Ujar Adam mantap. 
‘’Kurang ajar … ! prajurit … ! Siksa mereka sampai mereka mau menandatangani surat kerja sama itu !’’ John Xena terlihat sangat marah kemudian keluar ruangan. ‘’Siap … !’’ Syekh Sulaiman dan Adam diikat dan disiksa habis-habisan. Mereka menjerit mengucapkan lafadz Allah.
.....
14 Agustus 2014. Ba’da Maghrib. Interior Surau.
Wajah santri-santri tampak muram, mata mereka mengeluarkan air mata. ‘’Ini tidak bisa dibiarkan. Hadrotus Syekh harus diselamatkan.’’ Harum memulai pembicaraan. ‘’Tapi bagaimana caranya ? Tentara hitam-hitam yang menculik Hadrotus Syekh kemarin pasti bukan orang biasa.’’ Hanifah mengerutkan kening menatap Harum.
Arju menambahkan, ’’Itu tentara NII, Negara Islam Indonesia, mereka mungkin akan membuat fitnah pada Islam dengan menggembar-gemborkan kata-kata jihad atas nama islam. Tapi, semua itu untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka mengadu domba agama Islam dan Negara Indonesia. Pasukan mereka adalah ninja-ninja terlatih.’’ ‘’Aku jadi teringat pesan terakhir Syekh Sulaiman.’’ Jaisy bergumam. Hamid menambahkan ’’Hamid … ! Jaga Ayah, Ibu serta lambangnya.’’ ’’Ya benar itu kak … ! Tapi, apa artinya ?’’
Hamid mengeluarkan bendera merah putih dari tasnya,’’Apa kalian ingat apa yang diajarkan hadrotus Syekh kemarin ? Agama adalah ayah, Negara adalah Ibu dan lambangnya adalah bendera ini.’’
Safinah bertanya, ’’Berarti bagaimanapun caranya kita harus menyelamatkan agama, negara dan bendera merah putih ini.’’
Hamid mengambil silet dari tasnya dan menyobek bendera menjadi dua. Merah dan putih. Harum, Jaisy, Hanifah, Safinah dan Arju terperangah melihat perbuatan Hamid. ‘’Apa yang kakak lakukan ?’’
‘’Untuk menyelamatkan bendera ini dari para tentara NII itu, kita harus membaginya menjadi dua. Aku dengar tentara NII telah membakar bendera-bendera merah putih milik penduduk dan menyebar fitnah atas agama Islam. Hanifah, aku tugaskan kau membawa setengah bendera yang berwarna putih ini, Kau harus berjanji padaku untuk menjaga kesucian bendera ini dan kesucian perempuan-perempuan di negara kita. Aku akan membawa setengah bendera berwarna merah ini sebagai lambang keberanian pemuda Indonesia.’’
Tiba-tiba pasukan Tentara Nasional Indonesia dengan lambang merah putih di lengan kanan dan kepalanya masuk dipimpin Komantan Gatot menyerang surau. ‘’Jangan bergerak ! Kalian ditangkap atas tuduhan telah menjadi teroris dan pengikut Syekh Sulaiman.’’
Jaisy berteriak, ‘’Pak… ! Ini fitnah kami bukan teroris.’’
’’Tapi, kami melihat kalian menyobek bendera merah putih itu.’’ ’’Anda telah salah sangka pada kami.’’
Tiba-tiba seorang ninja, pasukan NII, menerobos masuk dan menculik Hamid. Terdengar bunyi senjata. Terjadi baku tembak. Ninja tersebut berhasil menculik Hamid. Dan para pasukan TNI menangkap Jaisy dan teman-temannya.
.....
15 Agustus 2014. Siang. Interior. Markas NII.
Syekh Sulaiman, Adam dan Hamid dalam keadaan terikat. Hamid masih pingsan. ‘’Hamid, bangun Hamid…!’’ Adam mencoba menyadarkan Hamid. Hamid siuman, ‘’Adam … ! Dimana ini?’’ ‘’Kita berada di markas NII.’’ ‘’Hadrotus Syekh… ! Bagaimana keadaaan hadrotus Syekh?’’
‘’Alhamdulillah, saya baik-baik saja Mid… ! Bagaimana keadaan surau ?’’
Hamid terlihat sedih,’’Syekh, maafkan saya, saya tidak bisa menjaga adik-adik seperguruan saya. Mereka ditangkap pasukan Tentara Nasional Indonesia atas tuduhan teroris.’’
Syekh Sulaiman,’’Astaghfirullahal adzim… ! Kau harus kabur dari sini dan selamatkan mereka !’’ Tiba-tiba Hamid teringat sesuatu, ‘’Adam … ! tolong ambilkan silet di saku celanaku dan potong tali yang mengikat tanganku… !’’
Adam mengambil silet di saku celana Hamid dan memotong tali yang mengikat Hamid. Setelah tali yang mengikat tangan Hamid terpotong, Hamid mendekati Syekh akan memotong talinya.
Syekh sulaiman mencegah,’’Tidak Hamid, akan sangat sulit melarikan diri jika kau membawaku. Kau harus pergi sendiri.’’
‘’Tapi, Syekh … !’’ ‘’Hamid, kau tak perlu khawatir, Aku akan menjaga Hadrotus Syekh.’’ Ujar Adam meyakinkan.
Hamid meneteskan airmata, ‘’Baiklah, tolong jaga hadrotus Syekh, Aku akan segera kembali dengan membawa bantuan untuk menyelamatkan kalian. Saya mohon do’a restu Syeikh!’’ ‘’Pergilah nak …! Semoga Allah bersamamu!’’‘’Assalamu’alaikum!’’ ‘’Wa’alaikum salam !’’
Hamid Pergi meninggalkan Syekh Sulaiman dan Adam.
.....
15 Agustus 2014. Siang. Interior Markas TNI.
Arju, Jaisy, Hanifah, Safinah, Harum duduk di kursi introgasi dengan masing-masing satu pengawal TNI. Komandan Gatot membuka proses introgasi. ’’Katakan yang sejujurnya!’’ Arju yang menjadi juru bicara berdebat dengan Komandan Gatot,‘’Demi Allah, kami bukan teroris pak !’’
‘’Banyak bukti dan saksi yang mengarah kepada Syekh Sulaiman dan kalian adalah pengikutnya. Bahkan tadi komplotan kalian dari NII menyelamatkan salah satu teman kalian.’’
 ‘’Kami memang santri Syekh Sulaiman tapi, Kami bukan bagian dari mereka. Tapi, guru kami tidak pernah mengajarkan perbuatan untuk melawan Negara.’’ ‘’Pak, guru kami mengajarkan kami bagaimana mencintai negara ! Bukan jihad yang salah !’’
‘’Lalu, apa alasan kalian merobek bendera merah putih’’
‘’Itu karena Kak Hamid, kakak seperguruan kami mendapatkan tugas dari guru kami untuk menyelamatkan bendera merah putih ini. Ini buktinya. Kak Hamid memberiku tugas membawa potongan bendera berwarna putih ini. Dan potongan bendera yang berwarna merah dibawa olehnya.’’
‘’Misi penyelamatan macam apa ini ? Merobek bendera ?’’
‘’Kami takut, bendera merah putih ini dibakar oleh tentara NII seperti yang telah mereka lakukan kepada bendera merah putih milik penduduk.’’ Hamid tiba-tiba datang dikawal oleh satu orang TNI
‘’Lapor Komandan, pemuda ini membawa potongan kain berwarna merah di tasnya. Dia memaksa ingin bertemu komandan !’’
Hamid berusaha meyakinkan Komandan Gatot. ‘’Komandan ! percayalah pada kami ! Kami dan guru Kami bukan teroris. Kami mencintai agama dan Negara kami. ‘’ ‘’Lalu kenapa kemarin kau kabur dengan ninja itu ?’’
‘’Saya tidak kabur Komandan ! Tetapi diculik ! Hadrotus Syekh dan Teman kami, Adam juga diculik! Di sana kami disiksa, Saya kemari diperintahkan oleh Hadrotus Syekh untuk menyelamatkan negara, agama, bendera merah putih ini dan teman-teman. Tolong percayalah padaku !’’ ‘’Bagimana saya bisa percaya padamu ?’’ ‘’Demi Allah, komandan berhak menghukum mati saya jika saya berbohong ! Saya bisa menunjukkan dimana markas NII.’’
‘’Baiklah kalau begitu, Kita akan melakukan serangan besok. Semoga saja kepercayaanku pada kalian ini tidak salah ! Yang laki-laki di antara kalian ikut dengan kami sedangkan yang perempuan tetap di sini.’’ Hanifah, Harum dan Safinah mengangguk dikuti oleh Arju, Jaisy dan Hamid.
 .....
16 Agustus 2014. Siang. Interior. Markas NII.
Hamid, Arju, Jaisy, 20 pasukan TNI dan Komandan Gatot menyerang markas NII. Terjadi perang yang dahsyat. Hamid menyelamatkan Syekh Sulaiman dan Adam. Mereka ikut berperang. Lafadz takbir berkali-kali terdengar menggema di udara. Pasukan NII kalah telak, mereka mati berlumur darah. 3 pasukan TNI gugur. Syekh Sulaiman, Adam, Hamid, Arju, Jaisy dan Komandan Gatot terluka. Pasukan TNI menang. Lafadz takbir kembali menggema di udara. John Xena  melarikan diri dalam keadaan terluka parah.
.....
16 Agustus 2014. Ba’da Maghrib. Interior surau.
Hanifah memegang kain putih, di sebelahnya berserakan kotak berisi jarum dan benang. Hamid menghampirinya, ‘’Hanifah, kau berhasil menjalankan tugasmu yang pertama. Kau benar-benar menjaga potongan bendera ini.’’
Hanifah tersenyum. Hamid melanjutkan ucapannya sembari menyerahkan potongan kain merah,’’tugasmu yang kedua adalah menyatukan kembali dua kain ini menjadi bendera yang utuh. Agar keberanian dan kesucian tidak bisa dipisahkan lagi.’’ ‘’Aku akan melaksanakan tugas ini dengan sepenuh hati.’’ Hamid tersenyum dan Hanifah mulai menjahit bendera.
.....
17 Agustus 2014. Pagi 10.00 WIB. Exterior lapangan.
Upacara bendera. Komandan Gatot menjadi pemimpin upacara. Syekh Hanif mendapat kehormatan menjadi pembina upacara.
‘’Kepada Sang Saka Merah Putih … ! Hormaaaaaaaaaaaaaaaaaat … grak !’’ Terdengar suara lantang Komandan Gatot memecah angkasa. Tiba-tiba ‘’Dor … Dor …’’
John Xena menyerang, menembak Syekh Sulaiman. Terjadi baku tembak, bendera merah putih tertembak, jatuh, diselamatkan oleh Hamid, Syekh Sulaiman berlumuran darah, John Xena mati ditembak Komandan Gatot.
Adam, Hanifah, Hamid, Arju, Jaisy, Safinah dan Harum berteriak bersamaan berlari menuju Syekh Sulaiman, ‘’Hadrotus Syekh … !’’Syekh Sulaiman terbata berujar, ‘’Hamid … ! Jaga Ayah, Ibu serta lambangnya.’’Arju memegang tangan Syekh Sulaiman.’’Syekh … ! bertahanlah’’‘’Lailahaillah Muhammadur Rosulullah !’’Syekh Sulaiman wafat.
Komandan Gatot mengambil bendera dari Hamid, kemudian berteriak sambil menangis. ‘’Disaksikan oleh lambang keberanian dan kesucian dari bendera ini, Syekh Sulaiman akan dinyatakan sebagai pahlawan Indonesia. Allahu Akbar.’’
Suci, Agustus 2014



[1] Diadaptasi dari skenario drama penulis berjudul ‘Serangan 17 Agustus’
[2] Islamic State of Iraq and Syiria
[3] Negara Islam Indonesia

Tidak ada komentar: